Minggu, 01 Juli 2012

TEORI PRODUKSI DAN PERILAKU PRODUSEN DALAM EKONOMI ISLAM

Teori Produksi dan Perilaku Produsen dalam Ekonomi Islam

A. Teori Produksi

A.    Pengertian Produksi
Dr. Muhammad Rawwas Qalahji memberikan padanan kata “produksi” dalam bahasa Arab dengan kata al-intaj yang secara harfiyah dimaknai dengan ijadu sil’atin (mewujudkan atau mengadakan sesuatu) atau khidmatu mu’ayyanatin bi istikhdami muzayyajin min ‘anashir alintaj dhamina itharu zamanin muhaddadin (pelayanan jasa yang jelas dengan menuntut adanya bantuan pengabungan unsur-unsur produksi yang terbingkai dalam waktu yang terbatas).
Produksi menurut Kahf mendefinisikan kegiatan produksi dalam perspektif islam sebagai usaha manusia untuk memperbaiki tidak hanya kondisi fisik materialnya, tetapi juga moralitas, sebagai sarana untuk mencapai tujuan hidup sebagaimana digariskan dalam agama islam, yaitu kebahagiaan dunia dan akhirat.
Dari dua pengertian diatas produksi dimaksudkan untuk mewujudkan suatu barang dan jasa yang digunakan tidak hanya untuk kebutuhan fisik tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan non fisik, dalam artian yang lain produksi dimaksudkan untuk menciptakan mashlahah bukan hanya menciptakan materi.
Al Qur’an menggunakan konsep produksi barang dalam artian  luas. Al Qur’an menekankan manfaat dari barang yang diproduksi. Memproduksi suatu barang harus mempunyai hubungan dengan kebutuhan manusia. Berarti barang itu harus diproduksi untuk  memenuhi  kebutuhan  manusia,  bukan  untuk  memproduksi  barang  mewah secara berlebihan yang tidak sesuai dengan kebutuhan manusia, karenanya tenagakerja yang dikeluarkan untuk memproduksi barang tersebut dianggap tidak produktif.
Namun demikian, Al Qur’an memberi kebebasan yang luas bagi manusia untuk berusaha memperoleh  kekayaan  yang  lebih  banyak  lagi  dalam menuntut  kehidupan ekonomi. Dengan memberikan  landasan  rohani  bagi manusia  sehingga  sifat manusia yang semula tamak dan mementingkan diri sendiri menjadi terkendali.
Dalam  surat  al  Ma’aarij  dijelaskan  ada  beberapa  sifat  alami  manusia  yang menjadi azas semua kegiatan ekonomi yaitu : “sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir.”
Sifat  tamak  manusia  menjadikan  manusia  berkeluh  kesah,  tidak  sabar  dan gelisah  dalam  perjuangan  mendapatkan  kekayaan. Dengan  begitu  akan  memacu manusia  untuk  melakukan  kegiatan  yang  produktif.  Manusia  akan  giat  untuk memuaskan  kebutuhannya  yang  terus  bertambah,  sehingga  akibatnya  manusia cenderung melakukan  kerusakan  (mafsadat)  di muka  bumi. Dari  sifat  dasar manusia yang  tamak  itu  pula  menyebabkan  manusia  memiliki  dorongan  yang  kuat  dan bimbingan serta arahan yang benar dan pasti akan menjadikan manusia memiliki sifat mulia. Kemajuan manusia akan terus berlanjut sepanjang mereka terus berjuang untuk memenuhi  kebutuhan hidupnya. Daya  ciptanya yang  tinggi  akan  terus menghasilkan produk-produk baru dan metode serta teknik produksi yang makin sempurna, sehingga mampu menjaga taraf hidup manusia seiring dengan perubahan zaman. Sifat-sifat dasar manusia dijelaskan dalam surat lain yaitu Ali Imran ayat 14 yang artinya : “Dijadikan indah  pada  (pandangan)  manusia  kecintaan  kepada  apa-apa  yang  diinginkan, yaitu  :  wanita-wanita,  anak-anak,  harta  yang  banyak  dari  jenis  emas, perak, kuda pilihan,binatang-binatang  ternak dan  sawah  ladang.  Itulah  kesenangan hidup di dunia; dan di sisi Allah lah tempat kembali yang baik (syurga).”
Produksi adalah menciptakan manfaat dan bukan menciptakan materi. Maksudnya adalah bahwa manusia mengolah materi itu untuk mencukupi berbagai kebutuhannya, sehingga materi itu mempunyai kemanfaatan. Apa yang bisa dilakukan manusia dalam “memproduksi” tidak sampai pada merubah substansi benda. Yang dapat dilakukan manusia berkisar pada misalnya mengambilnya dari tempat yang asli dan mengeluarkan atau mengeksploitasi (ekstraktif).
Memindahkannya dari tempat yang tidak membutuhkan ke tempat yang membutuhkannya, atau menjaganya dengan cara menyimpan agar bisa dimanfaatkan di masa yang akan datang atau mengolahnya dengan memasukkan bahan-bahan tertentu, menutupi kebutuhan tertentu, atau mengubahnya dari satu bentuk menjadi bentuk yang lainnya dengan melakukan sterilisasi, pemintalan, pengukiran, atau penggilingan, dan sebagainya. Atau mencampurnya dengan cara tertentu agar menjadi sesuatu yang baru3.
Tujuan Produksi
Dalam konsep ekonomi konvensional (kapitalis) produksi dimaksudkan untuk memperoleh laba sebesar besarnya, berbeda dengan tujuan produksi dalam ekonomi konvensional, tujuan produksi dalam islam yaitu memberikan Mashlahah yang maksimum bagi konsumen.
Walaupun dalam ekonomi islam tujuan utamannya adalah memaksimalkan mashlahah, memperoleh laba tidaklah dilarang selama berada dalam bingkai tujuan dan hukum islam. Dalam konsep mashlahah dirumuskan dengan keuntungan ditambah dengan berkah.
Keuntungan bagi seorang produsen biasannya adalah laba (profit), yang diperoleh setelah dikurangi oleh faktor-faktor produksi. Sedangkan berkah berwujud segala hal yang memberikan kebaikan dan manfaat bagi rodusen sendiri dan manusia secara keseluruhan.
Keberkahan ini dapat dicapai jika produsen menerapkan prinsip dan nilai islam dalam kegiatan produksinnya. Dalam upaya mencari berkah dalam jangka pendek akan menurunkan keuntungan (karena adannya biaya berkah), tetapi dalam jangka panjang kemungkinan justru akan meningkatkan keuntungan, kerena meningkatnya permintaan.[2]
Berkah merupakan komponen penting dalam mashlahah. Oleh karena itu, bagaimanapun dan seperti apapun pengklasifikasiannya, berkah harus dimasukkan dalam input produksi, sebab berkah mempunyai andil (share) nyata dalam membentuk output.
Berkah yang dimasukkan dalam input produksi meliputi bahan baku yang dipergunakan untuk proses produksi harus memiliki kebaikan dan manfaat baik dimasa sekarang maupun dimasa mendatang. Penggunaan bahan baku yang ilegal (tanpa izin) baik itu dari hasil illegal logging, maupun penggunaan bahan baku yang tanpa batas dalam penggunaannya dalam jangka waktu pendek mungkin akan memiliki nilai manfaat yang baik(pendistribusian baik), tetapi dalam jangka waktu panjang akan menimbulkan masalah. Sebagai contoh penggunaan bahan baku dari ilegal logging dalam jangka panjang akan menimbulkan berbagai bencana, dan akan memberikan nilai mudharat kepada para penerus/generasi selanjutnya.
B.     Faktor Produksi
Dalam pandangan Baqir Sadr (1979), ilmu ekonomi dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu:
Perbedaan ekonomi islam dengan ekonomi konvesional terletak pada filosofi ekonomi, bukan pada ilmu ekonominya. Filosofi ekonomi memberikan pemikiran dengan nilai-nilai islam dan batasan-batasan syariah, sedangkan ilmu ekonomi berisi alat-alat analisis ekonomi yang dapat digunakan.
Dengan kata lain, factor produksi ekonomi islam dengan ekonomi konvesional tidak
berbeda, yang secara umum dapat dinyatakan dalam :
a.       Faktor produksi tenaga kerja
b.      Faktor produksi bahan baku dan bahan penolong
c.       Faktor produksi modal
Di antara ketiga factor produksi, factor produksi modal yang memerlukan perhatian khusus karena dalam ekonomi konvesional diberlakukan system bunga. Pengenaan bunga terhadap modal ternyata membawa dampak yang luas bagi tingkat efisiansi produksi. ‘Abdul-Mannan mengeluarkan modal dari faktor produksi perbedaan ini timbul karena salah satu da antara dua persoalan berikut ini: ketidakjelasan anttara faktor-faktor yang terakhir dan faktor-faktor antara, atau apakah kita menganggap modal sebagai buruh yang diakumulasikan, perbedaan ini semakin tajam karena kegagalan dalam memadukan larangan bunga(riba) dalam islam dengan peran besar yang dimainkan oleh modal dalam produksi.[3]
Kegagalan ini disebabkan oleh adannya prakonseps kapitalis yang menyatakan bahwa bunga adalah harga modal yang ada dibalik pikiran sejumlah penulis. Negara merupakan faktor penting dalam produksi, yakni melalui pembelanjaannya yang akan mampu meningkatkan produksi dan melalui pajaknya akan dapat melemahkan produksi.
Pemerintah akan membangun pasar terbesar untuk barang dan jasa yang merupakan sumber utama bagi semua pembangunan. Penurunan belanja negara tidak hanya menyebabkan kegiatan usaha menjadi sepi dan menurunnya keuntungan, tetapi juga mengakibatkan penurunan dalam penerimaan pajak. Semakin besar belanja pemerintah, semakin baik perekonomian karena belanja yang tinggi memungkinkan pemerintah untuk melakukan hal-hal yang dibutuhkan bagi penduduk dan menjamin stabilitas hukum, peraturan, dan politik. Oleh karena itu, untuk mempercepat pembangunan kota, pemerintah harus berada dekat dengan masyarakat dan mensubsidi modal bagi mereka seperti layaknya air sungai yang membuat hijau dan mengaliri tanah di sekitarnya, sementara di kejauhan segalanya tetap kering.
Faktor terpenting untuk prospek usaha adalah meringankan seringan mungkin beban pajak bagi pengusaha untuk menggairahkan kegiatan bisnis dengan menjamin keuntungan yang lebih besar (setelah pajak). Pajak dan bea cukai yang ringan akan membuat rakyat memiliki dorongan untuk lebih aktif berusaha sehingga bisnis akan mengalami kemajuan. Pajak yang rendah akan membawa kepuasan yang lebih besar bagi rakyat dan berdampak kepada penerimaan pajak yang meningkat secara total dari keseluruhan penghitungan pajak.
Produksi Dengan Tekhnologi Konstan
Konsep produksi yang sesuai dengan nilai islam adalah konsep yang menganggap bahwa tekhnologi berproduksi adalah konstan, tekhnologi yang memanfaatkan sumberdaya manusia sedemikian rupa sehingga manusia mampu meningkatkan harkat kemanusiaannya. Permasalahan produksi bukanlah mencari tekhnologi berproduksi sedemikian rupa sehingga memberikan keuntungan maksimum, melainkan mencari jenis output apa, dari berbagai kebutuhan manusia, yang bisa di produksi dengan tekhnologi yang sudah ada sehinga memperoleh mashlahah maksimum.
C.    Pola Produksi
Berdasarkan pertimbangan kemashlahatan (altruistic considerations) itulah, menurut Muhammad Abdul Mannan, pertimbangan perilaku produksi tidak semata-mata didasarkan pada permintaan pasar (given demand conditions). Kurva permintaan pasar tidak dapat memberikan data sebagai landasan bagi suatu perusahaan dalam mengambil keputusan tentang kuantitas produksi. Sebaliknya dalam sistem konvensional, perusalas arikan kebebasan untuk berproduksi, namun cenderung terkonsentrasi pada output yang menjadi permintaan pasar (effective demand), sehingga dapat menjadikan kebutuhan riil masyarakat terabaikan.
Dari sudut pandang fungsional, produksi atau proses pabrikasi (manufacturing) merupakan suatu aktivitas fungsional yang dilakukan oleh setiap perusahaan untuk menciptakan suatu barang atau jasa sehingga dapat mencapai nilai tambah (value added). Dari fungsinya demikian, produksi meliputi aktivitas produksi sebagai berikut; apa yang diproduksi, berapa kuantitas produksi, kapan produksi dilakukan, mengapa suatu produk diproduksi, bagaimana proses produksi dilakukan dan siapa yang memproduksi?
Berikut akan dijelaskan sekilas mengenai ketujuh aktivitas produksi.
1.      Apa yang diproduksi
Terdapat dua pertimbangan yang mendasari pilihan jenis dan macam suatu produk yang akan diproduksi; ada kebutuhan yang harus dipenuhi masyarakat (primer, sekunder, tertier) dan ada manfaat positif bagi perusahan dan masyarakat (harus memenuhi kategori etis dan ekonomi)

2.       Berapa kuantitas yang diproduksi; bergantung kepada motif dan resiko
Jumlah produksi di pengaruhi dua faktor; intern dan ekstern; faktor intern meliputi sarana dan prasarana yang dimiliki perusahan, faktor modal, faktor SDM, faktor sumber daya lainnya. Adapun faktor ekstern meliputi adanya jumlah kebutuhan masyarakat, kebutuhan ekonomi, market share yang dimasuki dan dikuasai, pembatasan hukum dan regulasi.
3.      Kapan produksi dilakukan Penetapan waktu produksi, apakah akan mengatasi kebutuhan eksternal atau menunggu tingkat kesiapan perusahaan.
4.      Mengapa suatu produk diproduksi
a.       Alasan ekonomi
b.      Alasan kemanusiaan
c.        Alasan politik
5.       Dimana produksi itu dilakukan
a.       Kemudahan memperoleh suplier bahan dan alat-alat produksi
b.       Murahnya sumber-sumber ekonomi
c.       Akses pasar yang efektif dan efisien
d.      Biaya-biaya lainnya yang efisien
6.      Bagaimana proses produksi dilakukan: input- proses – out put - out come
7.      Siapa yang memproduksi; negara, kelompok masyarakat, indovidu
Dengan demikian masalah barang apa yang harus diproduksi (what), berapa jumlahnya (how much), bagaimana memproduksi (how), untuk siapa produksi tersebut (for whom), yang merupakan pertanyaan umum dalam teori produksi tentu saja merujuk pada motifasi-motifasi Islam dalam produksi.
D.    Etika Produksi
Etika sebagai praktis berarti : nilai-nilai dan norma-norma moral sejauh dipraktikan atau justru tidak dipraktikan, walaupun seharusnya dipraktikkan. Etika sebagai refleksi adalah pemikiran moral. Dalam etika sebagai refleksi kita berfikir tentang apa yang dilakukan dan khususnya tentang apa yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan. Secara filosofi etika memiliki arti yang luas sebagai pengkajian moralitas. Terdapat tiga bidang dengan fungsi dan perwujudannya yaitu etika deskriptif (descriptive ethics), dalam konteks ini secara normatif menjelaskan pengalaman moral secara deskriptif berusaha untuk mengetahui motivasi, kemauan dan tujuan sesuatu tindakan dalam tingkah laku manusia. Kedua, etika normatif (normative ethics), yang berusaha menjelaskan mengapa manusia bertindak seperti yang mereka lakukan, dan apakah prinsip-prinsip dari kehidupan manusia. Ketiga, metaetika (metaethics), yang berusaha untuk memberikan arti istilah dan bahasa yang dipakai dalam pembicaraan etika, serta cara berfikir yang dipakai untuk membenarkan pernyataan-pernyataan etika. Metaetika mempertanyakan makna yang dikandung oleh istilah-istilah kesusilaan yang dipakai untuk membuat tanggapan-tanggapan kesusilaan.
Apa yang mendasari para pengambil keputusan yang berperan untuk pengambilan keputusan yang tak pantas dalam bekerja? Para manajer menunjuk pada tingkah laku dari atasan-atasan mereka dan sifat alami kebijakan organisasi mengenai pelanggaran etika atau moral. Karenanya kita berasumsi bahwa suatu organisasi etis, merasa terikat dan dapat mendirikan beberapa struktur yang memeriksa prosedur untuk mendorong oragnisasi ke arah etika dan moral bisnis. Organisasi memiliki kode-kode sebagai alat etika perusahaan secara umum. Tetapi timbul pertanyaan: dapatkah suatu organisasi mendorong tingkah laku etis pada pihak manajerial-manajerial pembuat keputusan.
Jika kita berbicara tentang nilai dan akhlak dalam ekonomi dan mu’amalah Islam, maka tampak secara jelas di hadapan kita empat nilai utama,yaitu: Rabbaniyah (Ketuhanan), Akhlak, Kemanusiaan dan Pertengahan. Nilai-nilai ini menggambarkan kekhasan (keunikan) yang utama bagi ekonomi Islam, bahkan dalam kenyataannya merupakan kekhasan yang bersifat menyeluruh yang tampak jelas pada segala sesuatu yang berlandaskan ajaran Islam. Makna dan nilai-nilai pokok yang empat ini memiliki cabang, buah, dan dampak bagi seluruh segi ekonomi dan muamalah Islamiah di bidang harta berupa produksi, konsumsi, sirkulasi, dan distribusi10. Raafik Isaa Beekun dalam bukunya yang berjudul Islamic Bussines Ethics menyebutkan paling tidak ada sejumlah parameter kunci system etika Islam yang dapat dirangkum sbb:
a.       Berbagai tindakan ataupun keputusan disebut etis bergantung pada niat individu yang melakukannya. Allah Maha Kuasa an mengetahui apapun niat kita sepenuhnya secara sempurna.
b.      Niat baik yang diikuti tindakan yang baik akan dihitung sebagai ibadah. Niat yang halal tidak dapat mengubah tindakan yang haram menjadi halal.
c.       Islammemberikan kebebasan kepada individu untuk percaya dan bertindakberdasarkan apapun keinginannya, namun tidak dalam hal tanggungjawab keadilan.
d.       PercayakepadaAllah SWT memberi individu kebebasan sepenuhnya dari hal apapun atau siapapun kecuali Allah.
e.       Keputusan yang menguntungkan kelompok mamyoritas ataupun minoritas secara langsung bersifat etis dalam dirinya.etis bukanlahpermainan mengenai jumlah.
f.       Islam mempergunakan pendekatan terbuka terhadap etika, bukan sebagai system yang tertutup, dan berorientasi diri sendiri.Egoisme tidak mendapat tempat dalam ajaran Islam.
g.      Keputusan etis harus didasarkan pada pembacaan secara bersama-sama antara Al-Qur’an danalam semesta.
h.       Tidak seperti system etika yang diyakini banyak agama lain, Islam mendorong umat manusia untuk melaksanakan tazkiyah melalui partisipasi aktif dalam kehidupan ini. Dengan berprilaku secara etis di tengah godaan ujian dunia, kaum Muslim harus mampu membuktikan ketaatannya kepada Allah SWT.

B. Perilaku Produsen Dalam Ekonomi Islam

Perilaku dalam produksi adalah sebagai berikut :
Dalm usaha bidang ekonomi tujuan utana adalah mencari keuntungan maksimum dengan mengatur penggunaan factor produksi seefisin mungkin, sehingga usaha memaksimumkan keuntungan dapat dicapai dengan cara yang paling efisien.dalam uasah seorang muslim belum tentu seperti itu, beberapa aspek dalam melakukan produksi oleh seorang muslim adalah :
a)         Berproduksi adalah ibadah, sama saja seorang muslim mengaktualisasikan Ibadah bersama dengan bisnis yang dijalankan
b)         Factor produksi yang digunakan untuk menyelenggarakan produksi sifatnya tidak terbatas, untuk menggunakan manusia perlu berusaha mengoptimalkan segala kemampuan yang telah Allah berikan. Seorang muslim tidak akan kecil hati bahwa sesungguhnya rizki adalah dari Allah
c)         Seorang muslim yakin bahwa Sesutu yang dikerjakan dengan ajaran islam tidak membuat hidupnya menjadi sulit.
d)         Berproduksi bukan hanya mencari keuntungan belaka. Dalam islam harta adlah titipan Allah sebagai amanah untuk dikelola mencapai kemaslahatan.
e)         Seorang muslim menghindari praktek produksi yang mengandung unsure haram atau riba, pasar gelap dan spekulasi..
KESIMPULAN
A.    Kesimpulan
Produksi adalah menciptakan manfaat dan bukan menciptakan materi. Maksudnya adalah bahwa manusia mengolah materi itu untuk mencukupi berbagai kebutuhannya, sehingga materi itu mempunyai kemanfaatan. Apa yang bisa dilakukan manusia dalam “memproduksi” tidak sampai pada merubah substansi benda. Yang dapat dilakukan manusia berkisar pada misalnya mengambilnya dari tempat yang asli dan mengeluarkan atau mengeksploitasi (ekstraktif).
Dalam konsep ekonomi konvensional (kapitalis) produksi dimaksudkan untuk memperoleh laba sebesar besarnya, berbeda dengan tujuan produksi dalam ekonomi konvensional, tujuan produksi dalam islam yaitu memberikan Mashlahah yang maksimum bagi konsumen.
Walaupun dalam ekonomi islam tujuan utamannya adalah memaksimalkan mashlahah, memperoleh laba tidaklah dilarang selama berada dalam bingkai tujuan dan hukum islam. Dalam konsep mashlahah dirumuskan dengan keuntungan ditambah dengan berkah.

B.     Daftar Pustaka
1.      Agustianto.Etika Produksi Dalam Islam,
2.      http://agustianto.niriah.com/2008/10/04/etika-produksidalam-islam/Aziz Budi
3.      Setiawan. Instrumen Ekonomi Syariah Untuk Transformasi Masyarakat
4.      Ali Hasan. Meneguh Kembali Konsep Produksi Dalam Ekonomi Islam
5.      http://pmiikomfaksyahum.wordpress.com/2008/04/02/meneguhkan-kembali-konsepproduksidalam-ekonomi-islam
6.      Bambang Rudito & Melia Famiola, 2007. Etika Bisnis dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di Indonesia
7.      Hermant Laura Pincus, 1998. Perspective in Business Ethics, Irvin McGraw Hill Khaerul. Produksi dan Konsumsi Dala Al Qur’an,
8.      Khatimah Husnul , Teori Produksi Islam, Kafe Syariah.net
9.      M.A. Mannan, “The Behaviour of The Firm and Its Objective in an Islamic Framework”,
10.  Readings in Microeconomics: An Islamic Perspektif, Longman Malaysia (1992),
Description: TEORI PRODUKSI DAN PERILAKU PRODUSEN DALAM EKONOMI ISLAM Rating: 4.5 Reviewer: Firdaus - ItemReviewed: TEORI PRODUKSI DAN PERILAKU PRODUSEN DALAM EKONOMI ISLAM

2 komentar:

  1. Terima kasih upt stainsalatiga semoga bermanfaat bagi semua ,,Aaamiin

    BalasHapus
  2. Cukup membantu dalam hal pembelajaran

    BalasHapus