Selasa, 03 Juli 2012

IDE PEMBAHARUAN ISLAM ERA KEMERDEKAAN SAMPAI REFORMASI

 IDE PEMBAHARUAN  ISLAM ERA KEMERDEKAAN SAMPAI REFORMASI
BAB I
PENDAHULUAN



Sekitar awal abad ke 20, ide-ide pembaharuan banyak mewarnai arus pemikiran dan gerakan Islam di Indonesia. Kebanyakan tokoh-tokoh pembaharu ini sedikit sebanyak dipengaruhi ole ide-ide yang berada di luar Indonesia. Ada yang ide-ide diambil dari Muhammadiyyah, al-Irsyad dan ada yang belajar di Mekah lalu terpengaruh dengan media publikasi dan korespondensi mereka berkesempatan untuk dapat berinteraksi dengan arus pemikiran baru Islam dari Mesir.

Yang patut disadari pula bahwa antara berbagai tokoh pemuka gerakan pembaharuan Islam di Indonesia relatif memiliki kekhasan seiring perbedaan latar belakang karakter dan pendidikan masing-masing. Ditambah faktor konteks kedaerahan, gerakan yang kemudian digagas dan diperjuangkan oleh mereka pun memperlihatkan variasi artikulasi yang beragam



BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian pembaharuan

pembaharuan adalah pikiran atau gerakan untuk menyesuaikan paham-paham keagamaan Islam dengan perkembangan baru yang ditimbulkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Munculnya modernisasi/pembaharuan berawal dari situasi dan kondisi umat Islam yang belum maju. Di antara tokoh nasional yang memiliki pemikirian dan gagasan tentang pembaharuan Islam adalah Ir. Soekarno. Ia mendekati Islam tidak terpaku pada aqidah ahlusunnah wal jamaah namun berusaha melepaskan semua ikatan-ikatan dalam pemikiran yang dianggap telah memasung kreatifitas “olah otak” dan kebebasan berinterupsi.
Ide-ide pembaharuan Islam dari luar yang masuk ke Indonesia dengan demikian dapat dibaca berlangsung secara berproses setidaknya melalui tiga jalur:
1.      Jalur haji dan mukim
Yakni tradisi (pemuka) umat Islam Indonesia yang menunaikan ibadah haji ketika itu bermukim untuk sementara waktu guna menimba dan memperdalam ilmu keagamaan atau pengetahuan lainnya. Sehingga ketika mereka kembali ke tanah air, kualitas keilmuan dan pengamalan keagamaan mereka umumnya semakin meningkat. Ide-ide baru yang mereka peroleh tak jarang kemudian juga mempengaruhi orientasi pemikiran dan dakwah mereka di tanah air
2.      Jalur publikasi
Yakni berupa jurnal atau majalah-majalah yang memuat ide-ide pembaharuan Islam baik dari terbitan Mesir maupun Beirut. Wacana yang disuarakan media tersebut kemudian menarik muslim nusantara untuk mentransliterasikannya ke dalam bahasa lokal, seperti pernah muncul jurnal al-Imam, Neracha dan Tunas Melayu di Singapura.
3.      Peran mahasiswa
Peran Mahasiswa yang sempat menimba ilmu di Timur-Tengah. Menurut Achmad Jainuri, para pemimpin gerakan pembaharuan Islam awal di Indonesia hampir merata adalah alumni pendidikan Mekah. Alumni pendidikan Mesir yang terlibat dalam gerakan pembaharuan ini rata-rata baru muncul sebagai generasi kedua.

Sejak abad ke-20, gerakan pembaruan pemikiran di dunia Islam terjadi secara massif (besar-besaran) dengan munculnya tokoh-tokoh Muslim ataupun organisasi terkemuka di berbagai negara, seperti Mesir, Iran, Pakistan (India), dan Indonesia. Gagasan pembaruan tersebut dimunculkan melalui istilah dan aksentuasi yang berbeda, antara lain tajdid (renewal, pembaruan) dan ishlah (reform, reformasi), baik yang bertendensi puritanistik dari segi ajaran maupun revivalistik dari segi politik.
 Ide-ide pembaharuan terlihat telah turut mewarnai arus pemikiran dan gerakan Islam di Indonesia. Menilik latar belakang kehidupan sebagian tokoh-tokohnya, sangat mungkin diasumsikan bahwa perkembangan baru Islam di Indonesia sedikit banyak dipengaruhi oleh ide-ide yang berasal dari luar Indonesia. Seperti misalnya Ahmad Dahlan (Muhammadiyah), Ahmad Surkati (Al-Irshad), Zamzam (Persis), yang ketiganya sempat menimba ilmu di Mekkah dan berkesempatan untuk dapat berinteraksi dengan arus pemikiran baru Islam dari Mesir. Tokoh lainnya seperti Tjokroaminoto (Sarekat Islam) juga dikenal menggali inspirasi gerakannya dari ide-ide pembaharuan Islam di anak benua India. Sekalipun demikian, Karel Steenbrink menyatakan keraguannya pada adanya pengaruh pemikiran Muhammad Abduh kedalam konstruk gerakan Islam Indonesia modern.
Singkat kata, gerakan pembaharuan Islam di Indonesia tidaklah muncul dalam satu pola dan bentuk yang sama, melainkan memiliki karakter dan orientasi yang beragam. Disini penting dipahami bahwa gerakan nasionalisme Indonesia yang bangkit sekitar awal abad ke-20 diusung sebagiannya oleh tokoh-tokoh modernis muslim tidak hanya melalui kendaraan gerakan yang berdasar atau berafiliasi ideologis pada Islam. Sejarah menunjukkan bahwa Islam ternyata hanya menjadi salah satu alternatif yang mungkin bagi tokoh-tokoh modernis muslim di Indonesia sebagai sumber rujukan teoritis dan instrumental gerakan pembaharuan dan nasionalismenya. Sekalipun demikian, hal ini tidak mengecilkan pengertian adanya keterkaitan antara dimensi penghayatan religius dan artikulasi perjuangan sosial-politik di masyarakat. Dengan kata lain, kesadaran nasional sebagai anak bangsa yang terjajah oleh penguasa asing tampaknya memikat mereka untuk bersama-sama menempatkan prioritas nasional sebagai ujud kepeduliannya

C. Gerakan Pembaharuan Di Indonesia

1. NU (Nahdlatul Ulama)
NU menganut paham Ahlussunah wal jama'ah, sebuah pola pikir yang mengambil jalan tengah antara ekstrim aqli (rasionalis) dengan kaum ekstrim naqli (skripturalis). Karena itu sumber pemikiran bagi NU tidak hanya al-Qur'an dan sunnah, tetapi juga menggunakan kemampuan akal ditambah dengan realitas empirik. Cara berpikir semacam itu dirujuk dari pemikir terdahulu seperti Abu Hasan Al-Asy'ari dan Abu Mansur Al-Maturidi dalam bidang teologi. Kemudian dalam bidang fikih mengikuti salah satu mazhab seperti imam Syafi'i Sementara dalam bidang tasawuf, mengembangkan metode Al-Ghazali dan Junaid Al-Baghdadi, yang mengintegrasikan antara tasawuf dengan syariat.
2. Muhammadiyah
Muhammadiyah adalah salah satu organisasi masa islam dan organisasi dakwah amar ma’ruf nahi munkar yang berakidah islam dan bersumber pada Al quran dan sunnah. Secara etimologis nama ini berasa dari kata Muhammad, yaitu nama Rasulullah SAW yang ditambah ya’ nisbah dan ta’ marbutoh yang berarti “pengikut Nabi Muhammad Saw”.
KH.Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah) menegaskan “ Muhamadiyah bukanlah nama perempuan melainkan berarti umat Muhammad, pengikut Muhammad, Nabi Muhammad SAW utusan Tuhan yang penghabisan ”.
Awal abad ke-20 didalam sejarah Indonesia dikenal sebagai fajar kebangkitan nasional karena permulaan abad ini ditantadai dengan lahirnya berbagai organisisi sosoial-pendidikan keagamaan seperti muhammadiyah. Sekalipun demikian kelahiran muhammadiyah tidak lepas dari aspirasi tuntutan zaman. Fenomena awal abad ke-20 adalah kebangkitan nasionalisme dalam rangka perjuangan untuk menumbangkan imperealisme  dan kolonialisme yang telah bercokol selama 350 tahun.
Sepetri yang telah diketahui sasaran pokok perjuangan muhammadiyah sejak kelahirannya adalah :
Ø  Memurnikan ajaran islam sesuai dengan tuntunan qur’an dan hadits.
Ø  Mengajak masarakat untuk memeluk dan memperaktikan cita ajaran islam.
Ø  Menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar.
Ø  Memperaktikan ajaran islam dalam kehidupan masarakat.
Ø  Mempergiat usaha dibidang pendidikan dan pengajaran dengan bernafaskan islam.
     Gerakan-Gerakan Selain NU dan Muhammadiyah
ü  JIMM (Jaringan Intelektual Muhammadiyah)
ü  JIL (Jaringan Islam Liberal)
ü  PERSIS (Persatuan Islam) (1923)
ü  Serikat Dagang Islam (1911)
ü  Matla’ul Anwar (1905)
ü  Pergerakan Tarbiyah / PERTI (1928)
ü  Persatuan Muslim Indonesia / PERMI (22 Mei 1930)
ü  Majelis Islam Ala Indonesia (1937)


D. Ide pembaharuan islam dalam bidang politik
Di Indonesia, terdapat pembaharu atau partai politik besar yang menentang penjajahan diantaranya
1. Sarekat Islam (S I ) dipimpin oleh HOS Tjokroaminoto berdiri pada tahun 1912 dan merupakan kelanjutan dari Sarikat Dagang Islam yang didirikan oleh H. Samanhudi tahun 1911.
2. Partai Nasional Indonesia (PNI) didirikan oleh Sukarno (1927)
3. Pendidikan nasional Indonesia (PNI-baru) didirikan oelh Mohammad Hatta (1931)
4. Persatuan Muslimin Indonesia (Permi) menjadi partai politik tahun 1932 yandipelopori oleh Mukhtar Luthfi
Munculnya gagasan nasionalisme yang diiringi oleh berdirinya partai-partai politik tersebut merupakan asset utama umat Islam dalam perjuangan untuk mewujudkan Negara merdeka yang bebas dari pengaruh politik barat. Sebagai gambaran dengan nasionalisme dan perjuangan dari partai-partai politik yang penduduknya mayoritas muslim adalah Indonesia. Indonesia merupakan Negara yang mayoritas muslim yang pertama kali berhasil memproklamirkan kemerdekaannya yaitu tanggal 17 Agustus 1945. Negara kedua yang terbebas dari penjajahan yaitu Pakistan. Merdeka pada tanggal 15 agustus 1947 dengan presiden pertamanya Ali Jinnah.
E. Ide pembaharuan islam dalam bidang Pendidikan
Dalam lembaga pendidikan yang memegang peranan penting pada penyebaran agama Islam sangat banyak seperti langgar, pesantren, keluarga, sekolah dan termasuk individu itu sendiri yang menentukan arah mana pendidikan yang ia pelajari. Pendidikan Islam merupakan suatu yang amat penting bagi kehidupan manusia, namun kadangkala orang-orang banyak yang lupa diri dan bahkan tak mengenal dirinya, dari mana ia dating dan kearah mana dia akan kembali. Kehidupan materi merlupakan mereka akan suatu yang disebut dengan maut, sehingga pendidikan utama yang seharusnya mereka tanamkan dan kepribadiannya kita terlewatkan. Mereka tenggelam dalam kehidupan yang serba semu. Sejarah mengatakan pendidikan Islam yang timbul pada tahun 610 Masehi yang diwahyukan Allah kepada Nabi Muhammad SAW, ketika beliau berumur 40 tahun yang kemudian berkembang dengan pesatnya sampai saat ini merupakan petunjuk bagi orang yang menghayatinya kemudian sebagai peringatan bagi orang yang lalai, ini merupakan suatu yang amat menakjubkan. Adapun isi pendidikan Islam di Indonesia ialah:
1. Pendidikan keagamaan, yakni hendaklah membaca dengan nama Allah semata dan tidak menyekutukannya. Jadi disini jelas bahwa tujuan pertama dari Pendidikan Islam harus mengandung unsur peribadatan kepada Allah SWT.
2. Pendidikan Akhliyah dan ilmiah yaitu, yakni mempelajari asal muasal kejadian manusia dan alam semesta. Untuk menyelidiki atau mengadakan suatu peribahasa mengenai suatu yang belum kita ketahui.
3. Pendidikan akhlak dan budi pekerti, dalam hal ini dituntut untuk memberikan suatu ilmu pengetahuan tanpa pamrih melainkan karena Allah.
4. Pedidikan jasmani (kesehatan) yang mengutamakan kebersihan baik bersih pakaian, badan maupun tempat yang akan digunakan untuk pelaksanaan pendidikan itu sendiri. Dalam hal ini ada keterkaitan antara si pendidik dan anak didik.
Tujuan dan Saran Pembaruan Pendidikan Islam
Menurut sebagian tokoh-tokoh pembaru Islam, salah satu penyebab kemunduran umat Islam adalah karena merosotnya kualitas pendidikan Islam. Untuk itu, perlu mengembalikan kekuatan pendidikan Islam sebagai penyangga kemajuan umat Islam sehingga nanti akan bermunculan gagasan-gagasan tentang pembaruan pendidikan Islam yang di ikuti dengan pelaksaan perubahan penyelenggaraannya.
Kebangkitan intelektual di barat telah memberikan kontribusi yang besar terhadap Eropa. Semangat rasionalisme akibat dari adanya informasi pengetahuan yang mereka dapat telah membuat negara-negara Barat menjadi kuat, baik militer, ekonomi, maupun ilmu pengetahuan dan teknologi. Satu kondisi kondusif yang pernah di alami umat Islam pada masa-masa kejayaannya. Kini kondisi itu seakan berbalik, dimana barat yang dulunya sangat terbelakang (lemah dalam DPTEK) menjadi kian maju sarat dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mereka kuasai, sedang Islam tidak lagi memiliki kekuatan yang dapat dibanggakan. Hal ini membuat Isla merasakan kekalahan-kekalahan ketika Barat mulai bangun dan berusaha melepaskan diri dari kekuasaan Islam.
Bila kita merujuk pada pola pembaruan pendidikan Islam diatas pola pembaruan yang bercorak Modemis dan tradisionalis, tidak sedikit tokoh yang mencoba melakukan pembaruan dalam bidang ini. Namun, pada pembahasan ini akan menguraikan secara panjang lebar pembaruan pendidikan Islam yang bercorak modemis yang dilakukan pada tiga wilayah kerajaan besar, yakni kerajaan Turki Usmani, Mesir dan India, yang sudah sangat jelas dengan para tokoh pebaruannya.

Tokoh-tokoh Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia

1. Syaikh abdullah ahmad
2. Rahmah el-yunusiah
3. As panji gumilang
Selain dari ketiga tokoh pembaruan pendidikan Islam diatas masih banyak lagi tokoh-tokoh yang lainnya diantaranya:
1. Syekh ibrahim musa parabek
2. Prof. dr. h. mahmud yunus
3. Muhamad natsir
4. k.h. Ahmad dahlan
5. k.h. Hasyim asy’ari
6. ki Hajar dewantara
7. k.h. Abdullah syafi’i
8. k.h. Abdullah bin buh
9. k.h.Imam zarkasyi
10. k.h. Saifuddin zuhri
Dan masih banyak lagi tokoh-tokoh yang lainnya.



F. Ide pembaharuan islam dalam bidang Agama
Pembaharuan dalam bidang keagamaan ialah penemuan kembali ajaran atau prinsip dasar yang berlaku abadi, yang karena waktu, lingkungan situasi dan kondisi, mungkin menyebabkan dasar-dasar tersebut kurang jelas tampak dan tertutup oleh kebiasaan dan pemikiran tambahan lain. Di atas telah disebutkan bahwa yang dimaksud pembaharuan dalam bidang keagamaan adalah memurnikan kembali dan mengembalikan kepada keasliannya. Oleh karena itu dalam pelaksanaan agama baik menyangkut aqidah (keimanan) ataupun ritual (ibadah) haruslah sesuai dengan aslinya, yaitu sebagaimana diperintahkan oleh Allah dalam Al-Quran dan dituntunkan oleh Nabi Muhammad SAW, lewat sunah-sunahnya.
Dalam masalah aqidah Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya aqidah Islam yang murni, bersih dari gejala-gejala kemusyrikan, bid’ah dan khufarat tanpa mengabaikan prinsip-prinsip toleransi menurut ajaran Islam, sedang dalam ibadah Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya ibadah tersebut sebagaimana yang dituntunkan Rasulullah SAW tanpa tambahan dan perubahan dari manusia. Dengan kembali kepada ajaran dasar ini yang populernya disebut pada Al-Qur’an dan Hadits, Muhammadiyah berusaha menghilangkan segala macam tambahan yang datang kemudian dalam agama. Memang di Indonesia keadaan ini terasa sekali, bahwa keadaan keagamaan yang nampak adalah serapan dari berbagai unsur kebudayaan yang ada.
Di antara praktek-praktek dan kebiasaan yang bukan berasal dari agama Islam antara lain : pemujaan arwah nenek moyang, benda-benda keramat, berbagai macam upacara dan selamatan, seperti pada waktu-waktu tertentu pada waktu hamil, pada waktu puput pusar, khitanan, pernikahan, dan kematian. Upacara dan do’a yang diadakan pada hari ke-3, ke-5, ke-40, ke-100, ke-1000 setelah meninggal. Peristiwa penting yang berssfat sosial yang berhubungan dengan kepercayaan seperti kenduri/ slametan pada bulan Sya’ban dan Ruwah. Berziarah ke makam orang-orang suci dan minta dido’akan. Begitu pula orang sering kali meminta nasehat dan bantuannya kepada petugas agama di desa (seperti modin, rois, kaum) dalam hal-hal yang berhubungan dengan  takhayul, misal untuk menolak pengaruh penyakit, yang untuk itu biasanya mereka diberi/dibacakan do’a-do’a dalam bahasa Arab, yang di antara do’a tersebut tidak jarang bagian-bagian yang berbau Agama Hindu atau animisme dari zaman kuno, dan sebagainya.  Terhadap tradisi dan kepercayaan di atas banyak orang Islam yang menganggap bahwa hal tersebut termasuk amalan-amalan keagamaan, atau setidak-tidaknya hal tersebut tidak bertentangan. Terhadap tradisi, adat kebiasaan dan berbagai macam kepercayaan di atas banyak kaum muslimin yang melakukannya tanpa reserve, bahkan mereka menganggap bahwa hal di atas termasuk keharusan menurut agama.Untuk itu Muhammadiyah berusaha meluruskan kembali dengan memberantas segala bentuk bid’ah dan khurafat sepeti bentuk di atas. Usaha Muhammadiyah untuk memurnikan keyakinan umat Islam Indonesia, ialah Muhammadiyah telah mengenalkan penelaahan kembali dan pengubahan drastis, jika diperlukan, menuju penafsiran yang benar terhadap Al-Qur’an dan Al-Hadits. Usaha pemurnian tersebut antara lain dapat disebut :
1.       Penentuan arah kiblat yang tepat dalam bersembahyang, sebagai kebalikan dari kebiasaan sebelumnya, yang menghadap tepat ke arah Barat.
2.       Penggunaan perhitungan astronomi dalam menentukan permulaan dan akhir bulan puasa (hisab), sebagai kebalikan dari pengamatan perjalanan bulan oleh petugas agama.
3.       Menyelenggarakan sembahyang bersama di lapangan terbuka pada hari raya Islam, Idul Fitri dan Idul Adha, sebagai ganti dari sembahyang serupa dalam jumlah jama’ah yang lebih kecil, yang diselengarakan di Masjid.
4.       Pengumpulan dan pembagian zakat fitrah dan korban pada hari raya tersebut di atas, oleh panitia khusus, mewakili masyarakat Islam setempat, yang dapat dibandingkan sebelumnya dengan memberikan hak istimewa dalam persoalan ini pada pegawai atau petugas agama (penghulu, naib, kaum. modin, dan sebagainya).
5.       Penyampaian khutbah dalam bahasa daerah, sebagai ganti dari penyampaian khutbah dalam bahasa Arab.
6.       Penyederhanaan upacara dan ibadah dalam upacara kelahiran, khitanan, perkawinan dan pemakaman, dengan menghilangkan hal-hal yang bersifat politheistis darinya.
7.       Penyerderhanaan makam, yang semula dihiasi secara berlebihan.
8.       Menghilangkan kebiasaan berziarah ke makam orang-orang suci (wali).
9.       Membersihkan anggapan adanya berkah yang bersifat ghaib, yang dimiliki oleh para kyai/ulama tertentu, dan pengaruh ekstrim dari pemujaan terhadap mereka.
10.   Penggunaan kerudung untuk wanita, dan pemisahan laki-laki dengan perempuan dalam pertemuan-pertemuan yang bersifat keagamaan.
Dalam rangka usaha tersebut, tidak sedikit rintangan yang dialami. Beberapa tafsir Muhammadiyah tentang Al-Qur’an dan Al-Hadits menimbulkan debat theologis di antara ulama.Tetapi kemudian, beberapa hal yang dipelopori oleh Muhammadiyah menjadi umum di kalangan umat Islam di Indonesia.
Untuk membahas, apakah adat istiadat/tradisi serta kepercayaan berlaku di masyarakat itu sesuai dengan Al-Qur’an dan Hadits atau tidak, dalam Muhammadiyah dibicarakan oleh suatu lembaga yang bernama “Lajnah Tarjih”. Tarjih ini adalah merupakan realisasi dari prinsip, bahwa pintu ijtihad tetap terbuka.
Majlis Tarjih didirikan atas dasar keputusan kongres Muhammadiyah   ke- XVI pada tahun 1927, atas usul dari K.H. Mas Mansyur.  
Fungsi dari majlis ini adalah mengeluarkan fatwa atau memastikan hukum tentang masalah-masalah tertentu. Masalah itu tidak perlu semata-mata terletak pada bidang agama dalam arti sempit, tetapi mungkin juga terletak pada masalah yang dalam arti biasa tidak terletak dalam bidang agama, tetapi pendapat apapun juga haruslah dengan sendirinya didasarkan atas syari’ah, yaitu Qur’an dan Hadits, yang dalam proses pengambilan hukumnya didasarkan pada ilmu ushul fiqh. Majlis ini berusaha untuk mengembalikan suatu persoalan kepada sumbernya, yaitu Al-Qur’an dan Al-Hadits, baik masalah itu semula sudah ada hukummnya dan berjalan di masyarakat tetapi masih dipertikaikan di kalangan umat Islam, ataupun yang merupakan masalah-masalah baru, yang sejak semula memang belum ada ketentuan hukumnya, seperti masalah keluarga berencana, bayi tabung, bank dan lain-lain.
G.  Pendidikan Islam Masa Orde Lama (Zaman Kemerdekaan)
            Era Orde Lama yang dalam tulisan ini dimaksudkan kepada rentang waktu antara di Proklamasikannya Indonesia Merdeka sampai dengan masa Mundurnya Soekarno dari jabatan Presiden. Pada zaman orde lama di bawah kepemimpinan Soekarno, Indonesia baru menunjukkan eksistensinya sebagai negara yang merdeka, negara yang berdaulat, dan negara yang baru saja merasakan nikmatnya sebuah kebebasan. Dengan semangat kemerdekaan itulah Indonesia setapak demi setapak namun pasti menuju ke arah kemajuan.
            Islam pada saat setelah Merdeka masih memegang peranan penting dalam mempertahankan kemerdekaan. Pada masa perumusan dasar-dasar negara Indonesia. Terdapat dua kelompok perumusan yaitu kelompok Islam yang terdiri dari para Ulama-Ulama dan kelompok Nasionalis yang terdiri dari pada kelompok bangsawan-bangsawan. Kelompok Islam mengatakan dasar-dasar negara Indonesia harus berdasarkan Agama Islam, sedangkan Kelompok Nasionalis harus berdasarkan pada Pancasila. Namun pada akhirnya rumusan Undang-undang Dasar Negara Indonesia tersebut sejalan dengan paham Nasionalis. Dengan alasan mengingat di Indonesia terdapat beberapa agama.
             Pastilah sejarah mencatat bagaimana pemerintah Orde Lama memberikan sumbangsih yang signifikan terhadap perkembangan pendidikan Islam. Perkembangan Islam pada masa Orde Lama sangat terkait dengan peran Departemen Agama yang mulai resmi berdiri 3 Januari 1946. lembaga ini secara intensif memperjuangkan politik pendidikan Islam di Indonesia. Secara lebih spesifik, usaha ini ditangani oleh suatu bagian khusus yang mengurusi masalah pendidikan agama.
            Dalam salah satu nota Islamic education in Indonesia yang disusun oleh bagian pendidikan Departemen Agama pada tangga l1 September 1956, tugas bagian pendidikan agama ada tiga, yaitu memberi pengajaran agama di sekolah negeri dan partikulir, memberi pengetahuan umum di Madrasah, dan mengadakan Pendidikan Guru Agama serta Pendidikan Hakim Islam Negeri. Tugas pertama dan kedua dimaksudkan untuk upaya konvergensi pendidikan dualistis, sedangkan tugas yang ketiga dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan pegawai Departemen Agama itu sendiri.
            Berdasarkan keterangan di atas, ada dua hal yang penting berkaitan dengan pendidikan Islam pada masa Orde Lama, yaitu pengembangan dan pembinaan madrasah dan pendidikan Islam di sekolah umum.[5]
            Pada masa setelah kemerdekaan Islam dikembangkan melalui madrasah-madrasah yang bernaung dibawah kementrian agama. Mempelajari perkembangan madrasah terkait erat dengan peran Departemen Agama sebagai andalan politis yang dapat mengangkat posisi madrasah sehingga memperoleh perhatian yang terus menerus dari kalangan pengambil kebijakan. Tentunya, tidak juga melupakan usaha-usaha keras yang sudah dirintis oleh sejumlah tokoh seperti Ahmad Dahlan, Hasyim Asy’ari dan Mahmud Yunus. Dalam hal ini, Departemen Agama secara lebih tajam mengembangkan program-program perluasan dan peningkatan mutu madrasah.[6]
                Pada masa demokrasi terpimpin yang menimbulkan banyak kekacauan dan ketegangan politik serta keruntuhan ekonomi, bagi Ummat Islam. Sampai tahap-tahap tertentu perhatian dialihkan dari kehidupan politik kepada masalah-masalah pendidikan, pengajaran agama, dakwah dan latihan kepemimpinan Islam. Dalam hal ini Kementrian Agama berperan sangat penting. Disamping ajaran-ajaran agama dikembangkan melalui Pesantren-Pesantren.[7]
            Selama hampir 5 tahun setelah Proklamasi kemerdekaan, Indonesia memasuki masa-masa Revolusi (1945-1950), Menyusul kekalahan Jepang dari tentara sekutu. Selama periode ini tidak hambatan serius yang menghalangi hubungan antara kelompok Islam dengan Kelompok Nasionalis. Walaupun diantar kedua kelompok ini memiliki perbedaan Ideologi.
H. Pendidikan Islam Masa Orde Baru
            Setelah presiden Soekarno turun, Menyusul gagalnya Kudeta oleh partai Komunis pada 1965, dan dan Soekarno pun Meletakkan Jabatanya sebagai presiden, secara otomatis rezim orde lama juga terhenti. Bersamaan dengan itu, maka lahirlah orde lain sebagai penerus perjuangan. Orde ini tak lain adalah orde baru yang dipimpin oleh presiden Suharto. Orde ini berlangsung dalam rentang waktu yang cukup lama, yaitu kurang lebih 32 tahun.
            Sejarah itu sumber pelajaran yang sangat berharga, sehingga kita perlu menggali lebih jauh perjalanan panjang orde baru yang diperankan oleh sang diktator berdarah dingin (Soeharto) dalam upayanya membungkam lawan-lawan politiknya, terutama umat Islam yang dianggap sebagai ancaman utama bagi kelangsungan kekuasaannya, yang biasa dia sebut sebagai ancaman ekstrem kanan. Hal mana dia sebagai panglima tertinggi ABRI dapat menggunakannya sebagai alat memberangus hak politik umat Islam. Sejak 1951 Soeharto sudah menunjukkan sikap keras terhadap semua pihak yang memperjuangkan idiologi Islam. Maka, ketika ditengarai bahwa TNI 426 di Jawa Tengah mengadopsi idiologi Islam karena mereka mantan pasukan Hizbullah dan Sabilillah, dia tumpas habis.[8]
            Sepuluh tahapan awal (1966–1976) sebagai tahap pengkondisian, menurut Dr. Din Syamsuddin, dalam Bukunya yang Berjudul” Islam & Politik Era Orde Baru” “Dapat dicatat bahwa respon umat Islam terhadap perubahan politik selama sepuluh tahun pertama orde baru (1966–1976) yang dalam hubungannya dengan agenda depolitisasi Islam dapat dipandang sebagai suatu pengkondisian hubungan antara Islam dengan negara Pancasila dan politik.” Adapun tahapan kedua, antara tahun 1976–1986 merupakan masa uji coba. Rezim menguji depolitisasi Islam secara formal dengan menetapkan undang-undang yang mewajibkan semua partai politik dan organisasi.
            Agenda politik rezim orde baru mencakup depolitisasi Islam. Proyek ini didasarkan pada anggapan bahwa Islam yang kuat secara politik akan menjadi hambatan bagi modernisasi. Ada beberapa orang di kalangan elit pemerintah yang kecewa dengan kualitas dan kemampuan para pemimpin Islam tradisional. Lepas dari masalah phobia Islam tertentu di antara kebanyakan anggota kelompok yang berkuasa, yang secara kebetulan terdiri dari para intelektual sekuler (elit militer, sosialis, dan Kristen), pandangan demikian mengandung logika politiknya sendiri, yakni bahwa dengan mendepolitisasi Islam, mereka akan mempertahankan kekuasaan dan melindungi kepentingan-kepentingan mereka.
            Dengan mempertimbangan asumsi tersebut, orang dapat melihat dimensi politik tertentu dari idiologi modernisasi atau pembangunan yang dijalankan oleh rezim. Penerapan idiologi ini merupakan keputusan strategis yang sekurang-kurangnya mempunyai dua implikasi politik. Pertama, rezim orde baru akan mempunyai suatu basis idiologis yang kuat yang menyentuh kebutuhan pokok rakyat, sehingga rakyat akan memberikan dukungan dan partisipasi dalam politik, atau seperti yang ditulis Alfian bahwa pembangunan menjadi salah satu simbol legitimasi politik.Kedua, dukungan politik dan partisipasi rakyat pada gilirannya akan mempertahankan kontinuitas proses pembangunan dan kekuasaan rezim. Interaksi dinamis antara partisipasi politik dan pelembagaan politik kemudian diharapkan terjadi melalui rekayasa politik, termasuk depolitisasi Islam bisa diimplementasikan.
            Setelah pemerintah orde baru berhasil memaksakan partai-partai Islam berfusi dalam PPP, terlihat dari dokumen partai itu masih berjuang bagi kepentingan umat Islam dengan tanda gambar Ka’bah. Pada tahun 1977 pemerintah, melalui Menteri Dalam Negeri, Amir Mahmud dan Sekjen Departemen Agama, Bahrun Rangkuti, sangat keberatan terhadap penggunaan tanda gambar Ka’bah dalam pemilu tahun 1977.    Tampilnya PPP sebagai partai Islam dianggap pemerintah sebagai ancaman. PPP dituduh mendapat bantuan dari Libya dan dihubung-hubungkan dengan komando jihad. Akhirnya, diciptakan isu SARA dengan membuat tragedi Tanjung Priok tanggal 12 September 1984. Klimaksnya, rezim orde baru pada tahun 1985 memaksakan Pancasila sebagai asas tunggal bagi seluruh parpol dan ormas. Inilah pohon buruk bernama orde baru dengan konsep Dwifungsi ABRI-nya.
 I. Pendidikan Islam Era reformasi
            Masa reformasi adalah masa perubahan sistem pemerintahn Indonesia. Dan ditandai dengan runtuhnya Orde Baru di bawah pimpinan Soeharto. Pada tahun 1999, setelah rezim orde baru jatuh, Indonesia memulai kehidupan barunya dengan melaksanakan pemilu secara jurdil dan demokratis. Masa ini cukup dikenal sebagai "orde reformasi". Sebuah orde di mana saat itu dilakukan reformasi secara total dengan agenda-agenda yang sejak lama direncanakan. Pasca reformasi perkembangan fenomena Islam di tanah air mengalami perubahan bentuknya yang paling komplek. Sebagai sebuah kesinambungan dari sejarah pergulatan pemikiran Islam di tanah air, era reformasi memang memberikan semacam peluang sekaligus tantangan atau bahkan godaan. Kedewasaan umat muslim di tanah air diuji oleh isu-isu regional, nasional bahkan global. Permasalahan-permasalahan yang dihadapi membentang dari wacana intelektual sampai realitas yang paling radikal dalam berbagai aspek kehidupan beragama dan bernegara.
            Seakan tak mau kehilangan kesempatan langka, euporia ekspresif masyarakat dari berbagai lapisan dan golongan turun mewarnai proses transisi demokrasi pasca reformasi 98’. Tentunya hal ini tak bisa dilepaskan dari umat muslim sebagai pemeluk agama mayoritas. Pendekatan yang digunakan kaum muslimin sebagaimana diungkapkan Gus Dur adalah menyelesaikan masalah yang dianggap -menentang dengan jawaban yang dianggap paling- tepat.[9] Di Indonesia aliran pemikiran Hukum Islam diperankan oleh sedikitnya tiga aliran utama yang khas pemikiran Hukum Islam yaitu tekstual, liberal dan moderat. Sebagaimana tampak terlihat perbedaannya bukan lagi didasarkan pada aliran mazhab yang telah mempunyai batasan yang jelas. Seperti mengulang-ulang sejarah  saja, bagi mereka yang paham dengan historisitas pertumbuhan hukum Islam pasti sudah mengetahui betul karakteristik ketiga aliran pemikiran ini.[10]
            Aliran pemikiran hukum tak pernah lepas dari tiga arus utama ini, tinggal lagi dominasinya yang kadang berubah-ubah sesuai dengan kebutuhan atau kepentingan umat Islam di suatu tempat dan waktu. Bisa saja aliran yang cenderung liberal yang mendominasi, aliran yang lainnya kurang diapresiasi atau kadang aliran yang tekstual yang mendominasi sedangkan aliran yang lainnya tak mendapatkan tempat. Namun seringkali aliran moderat mendominasi sedangkan dua aliran pemikiran yang lain hanya sebagai pengembangan sayapnya



BAB III
PENUTUP

Islam adalah agama yang indah, variatif  dan selalu memberikan kemudahan pada pemeluknya. Agama ini merupakan rahmat bagi seluruh alam. Pembaharuan yang terjadi khususunya di indonesia merupakan bukti bahwa islam bisa beradaptasi dengan zaman yang senangtiasa berkembang. Gerakan-gerakan yang muncul pasca pembaharuan merupakan indikasi kuat bahwa agama ini tidak stagnan dan koserfatif


DAFTAR PUSTAKA


Ø  Ma’arif, A. Syafi’i.Muhammadiyah Dan NU.1993.LPPI UMY. Yogyakarta.


Description: IDE PEMBAHARUAN ISLAM ERA KEMERDEKAAN SAMPAI REFORMASI Rating: 4.5 Reviewer: Firdaus - ItemReviewed: IDE PEMBAHARUAN ISLAM ERA KEMERDEKAAN SAMPAI REFORMASI

1 komentar: