IDE PEMBAHARUAN
ISLAM ERA KEMERDEKAAN SAMPAI REFORMASI
BAB I
PENDAHULUAN
Sekitar
awal abad ke 20, ide-ide pembaharuan banyak mewarnai arus pemikiran dan gerakan
Islam di Indonesia. Kebanyakan tokoh-tokoh pembaharu ini sedikit sebanyak
dipengaruhi ole ide-ide yang berada di luar Indonesia. Ada yang ide-ide diambil
dari Muhammadiyyah, al-Irsyad dan ada yang belajar di Mekah lalu terpengaruh
dengan media publikasi dan korespondensi mereka berkesempatan untuk dapat
berinteraksi dengan arus pemikiran baru Islam dari Mesir.
Yang
patut disadari pula bahwa antara berbagai tokoh pemuka gerakan pembaharuan
Islam di Indonesia relatif memiliki kekhasan seiring perbedaan latar belakang
karakter dan pendidikan masing-masing. Ditambah faktor konteks kedaerahan, gerakan
yang kemudian digagas dan diperjuangkan oleh mereka pun memperlihatkan variasi
artikulasi yang beragam
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian pembaharuan
pembaharuan adalah pikiran atau
gerakan untuk menyesuaikan paham-paham keagamaan Islam dengan perkembangan baru
yang ditimbulkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Munculnya modernisasi/pembaharuan berawal dari situasi dan kondisi
umat Islam yang belum maju. Di antara tokoh nasional yang memiliki pemikirian
dan gagasan tentang pembaharuan Islam adalah Ir. Soekarno. Ia mendekati Islam
tidak terpaku pada aqidah ahlusunnah wal jamaah namun berusaha melepaskan semua
ikatan-ikatan dalam pemikiran yang dianggap telah memasung kreatifitas “olah
otak” dan kebebasan berinterupsi.
Ide-ide pembaharuan
Islam dari luar yang masuk ke Indonesia dengan demikian dapat dibaca
berlangsung secara berproses setidaknya melalui tiga jalur:
1. Jalur haji dan mukim
Yakni tradisi (pemuka)
umat Islam Indonesia yang menunaikan ibadah haji ketika itu bermukim untuk
sementara waktu guna menimba dan memperdalam ilmu keagamaan atau pengetahuan
lainnya. Sehingga ketika mereka kembali ke tanah air, kualitas keilmuan dan
pengamalan keagamaan mereka umumnya semakin meningkat. Ide-ide baru yang mereka
peroleh tak jarang kemudian juga mempengaruhi orientasi pemikiran dan dakwah
mereka di tanah air
2. Jalur publikasi
Yakni berupa jurnal
atau majalah-majalah yang memuat ide-ide pembaharuan Islam baik dari terbitan
Mesir maupun Beirut. Wacana yang disuarakan media tersebut kemudian menarik
muslim nusantara untuk mentransliterasikannya ke dalam bahasa lokal, seperti
pernah muncul jurnal al-Imam, Neracha dan Tunas Melayu di Singapura.
3. Peran mahasiswa
Peran Mahasiswa
yang sempat menimba ilmu di Timur-Tengah. Menurut Achmad Jainuri, para pemimpin
gerakan pembaharuan Islam awal di Indonesia hampir merata adalah alumni
pendidikan Mekah. Alumni pendidikan Mesir yang terlibat dalam gerakan pembaharuan
ini rata-rata baru muncul sebagai generasi kedua.
Sejak abad ke-20, gerakan pembaruan pemikiran di dunia
Islam terjadi secara massif (besar-besaran) dengan munculnya tokoh-tokoh Muslim
ataupun organisasi terkemuka di berbagai negara, seperti Mesir, Iran, Pakistan
(India), dan Indonesia. Gagasan pembaruan tersebut dimunculkan melalui istilah
dan aksentuasi yang berbeda, antara lain tajdid (renewal, pembaruan) dan ishlah
(reform, reformasi), baik yang bertendensi puritanistik dari segi ajaran maupun
revivalistik dari segi politik.
Ide-ide pembaharuan terlihat telah turut mewarnai
arus pemikiran dan gerakan Islam di Indonesia. Menilik latar belakang kehidupan
sebagian tokoh-tokohnya, sangat mungkin diasumsikan bahwa perkembangan baru
Islam di Indonesia sedikit banyak dipengaruhi oleh ide-ide yang berasal dari
luar Indonesia. Seperti misalnya Ahmad Dahlan (Muhammadiyah), Ahmad Surkati
(Al-Irshad), Zamzam (Persis), yang ketiganya sempat menimba ilmu di Mekkah dan
berkesempatan untuk dapat berinteraksi dengan arus pemikiran baru Islam dari
Mesir. Tokoh lainnya seperti Tjokroaminoto (Sarekat Islam) juga dikenal
menggali inspirasi gerakannya dari ide-ide pembaharuan Islam di anak benua
India. Sekalipun demikian, Karel Steenbrink menyatakan keraguannya pada
adanya pengaruh pemikiran Muhammad Abduh kedalam konstruk gerakan Islam
Indonesia modern.
Singkat kata, gerakan pembaharuan Islam di Indonesia
tidaklah muncul dalam satu pola dan bentuk yang sama, melainkan memiliki
karakter dan orientasi yang beragam. Disini penting dipahami bahwa gerakan
nasionalisme Indonesia yang bangkit sekitar awal abad ke-20 diusung sebagiannya
oleh tokoh-tokoh modernis muslim tidak hanya melalui kendaraan gerakan yang
berdasar atau berafiliasi ideologis pada Islam. Sejarah menunjukkan bahwa Islam
ternyata hanya menjadi salah satu alternatif yang mungkin bagi tokoh-tokoh modernis
muslim di Indonesia sebagai sumber rujukan teoritis dan instrumental gerakan
pembaharuan dan nasionalismenya. Sekalipun demikian, hal ini tidak mengecilkan
pengertian adanya keterkaitan antara dimensi penghayatan religius dan
artikulasi perjuangan sosial-politik di masyarakat. Dengan kata lain, kesadaran
nasional sebagai anak bangsa yang terjajah oleh penguasa asing tampaknya
memikat mereka untuk bersama-sama menempatkan prioritas nasional sebagai ujud
kepeduliannya
C.
Gerakan Pembaharuan Di Indonesia
1. NU (Nahdlatul Ulama)
NU menganut paham Ahlussunah wal jama'ah, sebuah pola pikir yang mengambil jalan tengah antara ekstrim aqli (rasionalis)
dengan kaum ekstrim naqli (skripturalis). Karena itu sumber pemikiran bagi NU tidak hanya al-Qur'an dan sunnah, tetapi juga menggunakan kemampuan akal ditambah
dengan realitas empirik. Cara berpikir semacam itu dirujuk dari pemikir
terdahulu seperti Abu Hasan Al-Asy'ari dan Abu Mansur Al-Maturidi dalam bidang teologi. Kemudian dalam bidang fikih
mengikuti salah satu mazhab seperti imam Syafi'i Sementara dalam bidang tasawuf, mengembangkan metode Al-Ghazali dan
Junaid Al-Baghdadi, yang mengintegrasikan antara tasawuf dengan syariat.
2. Muhammadiyah
Muhammadiyah adalah salah satu organisasi masa islam dan
organisasi dakwah amar ma’ruf nahi munkar yang berakidah islam dan bersumber
pada Al quran dan sunnah. Secara etimologis nama ini berasa dari kata Muhammad,
yaitu nama Rasulullah SAW yang ditambah ya’ nisbah dan ta’ marbutoh yang
berarti “pengikut Nabi Muhammad Saw”.
KH.Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah) menegaskan “
Muhamadiyah bukanlah nama perempuan melainkan berarti umat Muhammad, pengikut
Muhammad, Nabi Muhammad SAW utusan Tuhan yang penghabisan ”.
Awal abad ke-20 didalam sejarah Indonesia dikenal sebagai fajar kebangkitan
nasional karena permulaan abad ini ditantadai dengan lahirnya berbagai
organisisi sosoial-pendidikan keagamaan seperti muhammadiyah. Sekalipun
demikian kelahiran muhammadiyah tidak lepas dari aspirasi tuntutan zaman.
Fenomena awal abad ke-20 adalah kebangkitan nasionalisme dalam rangka
perjuangan untuk menumbangkan imperealisme dan kolonialisme yang telah
bercokol selama 350 tahun.
Sepetri yang telah diketahui sasaran pokok perjuangan
muhammadiyah sejak kelahirannya adalah :
Ø Memurnikan
ajaran islam sesuai dengan tuntunan qur’an dan hadits.
Ø Mengajak
masarakat untuk memeluk dan memperaktikan cita ajaran islam.
Ø Menegakkan
amar ma’ruf nahi mungkar.
Ø Memperaktikan
ajaran islam dalam kehidupan masarakat.
Ø Mempergiat
usaha dibidang pendidikan dan pengajaran dengan bernafaskan islam.
Gerakan-Gerakan Selain NU dan Muhammadiyah
ü JIMM (Jaringan Intelektual Muhammadiyah)
ü JIL (Jaringan Islam Liberal)
ü PERSIS (Persatuan Islam) (1923)
ü Serikat Dagang Islam (1911)
ü Matla’ul Anwar (1905)
ü Pergerakan Tarbiyah / PERTI (1928)
ü Persatuan Muslim Indonesia / PERMI (22 Mei 1930)
ü Majelis Islam Ala Indonesia (1937)
D.
Ide pembaharuan islam dalam bidang politik
Di Indonesia, terdapat pembaharu atau
partai politik besar yang menentang penjajahan diantaranya
1. Sarekat Islam (S I ) dipimpin oleh HOS Tjokroaminoto berdiri pada
tahun 1912 dan merupakan kelanjutan dari Sarikat Dagang Islam yang didirikan
oleh H. Samanhudi tahun 1911.
2. Partai Nasional Indonesia (PNI) didirikan oleh Sukarno (1927)
3. Pendidikan nasional Indonesia (PNI-baru) didirikan oelh Mohammad
Hatta (1931)
4. Persatuan Muslimin Indonesia (Permi) menjadi partai politik tahun
1932 yang dipelopori oleh Mukhtar
Luthfi
Munculnya
gagasan nasionalisme yang diiringi oleh berdirinya partai-partai politik
tersebut merupakan asset utama umat Islam dalam perjuangan untuk mewujudkan
Negara merdeka yang bebas dari pengaruh politik barat. Sebagai gambaran dengan
nasionalisme dan perjuangan dari partai-partai politik yang penduduknya
mayoritas muslim adalah Indonesia. Indonesia merupakan Negara yang mayoritas
muslim yang pertama kali berhasil memproklamirkan kemerdekaannya yaitu tanggal
17 Agustus 1945. Negara kedua yang terbebas dari penjajahan yaitu Pakistan.
Merdeka pada tanggal 15 agustus 1947 dengan presiden pertamanya Ali Jinnah.
E. Ide pembaharuan islam dalam bidang Pendidikan
Dalam lembaga pendidikan yang memegang
peranan penting pada penyebaran agama Islam sangat banyak seperti
langgar, pesantren, keluarga, sekolah dan termasuk individu itu sendiri yang
menentukan arah mana pendidikan yang ia pelajari. Pendidikan Islam
merupakan suatu yang amat penting bagi kehidupan manusia, namun kadangkala
orang-orang banyak yang lupa diri dan bahkan tak mengenal dirinya, dari mana ia
dating dan kearah mana dia akan kembali. Kehidupan materi
merlupakan mereka akan suatu yang disebut dengan maut, sehingga pendidikan
utama yang seharusnya mereka tanamkan dan kepribadiannya kita terlewatkan. Mereka tenggelam dalam kehidupan yang serba semu. Sejarah mengatakan
pendidikan Islam yang timbul pada tahun 610 Masehi yang diwahyukan Allah kepada
Nabi Muhammad SAW, ketika beliau berumur 40 tahun yang kemudian berkembang
dengan pesatnya sampai saat ini merupakan petunjuk bagi orang yang
menghayatinya kemudian sebagai peringatan bagi orang yang lalai, ini merupakan
suatu yang amat menakjubkan. Adapun isi pendidikan
Islam di Indonesia ialah:
1. Pendidikan keagamaan, yakni hendaklah membaca dengan nama Allah semata dan tidak menyekutukannya. Jadi disini jelas bahwa tujuan pertama dari Pendidikan Islam harus mengandung unsur peribadatan kepada Allah SWT.
2. Pendidikan Akhliyah dan ilmiah yaitu, yakni mempelajari asal muasal kejadian manusia dan alam semesta. Untuk menyelidiki atau mengadakan suatu peribahasa mengenai suatu yang belum kita ketahui.
3. Pendidikan akhlak dan budi pekerti, dalam hal ini dituntut untuk memberikan suatu ilmu pengetahuan tanpa pamrih melainkan karena Allah.
4. Pedidikan jasmani (kesehatan) yang mengutamakan kebersihan baik bersih pakaian, badan maupun tempat yang akan digunakan untuk pelaksanaan pendidikan itu sendiri. Dalam hal ini ada keterkaitan antara si pendidik dan anak didik.
1. Pendidikan keagamaan, yakni hendaklah membaca dengan nama Allah semata dan tidak menyekutukannya. Jadi disini jelas bahwa tujuan pertama dari Pendidikan Islam harus mengandung unsur peribadatan kepada Allah SWT.
2. Pendidikan Akhliyah dan ilmiah yaitu, yakni mempelajari asal muasal kejadian manusia dan alam semesta. Untuk menyelidiki atau mengadakan suatu peribahasa mengenai suatu yang belum kita ketahui.
3. Pendidikan akhlak dan budi pekerti, dalam hal ini dituntut untuk memberikan suatu ilmu pengetahuan tanpa pamrih melainkan karena Allah.
4. Pedidikan jasmani (kesehatan) yang mengutamakan kebersihan baik bersih pakaian, badan maupun tempat yang akan digunakan untuk pelaksanaan pendidikan itu sendiri. Dalam hal ini ada keterkaitan antara si pendidik dan anak didik.
Tujuan dan Saran Pembaruan Pendidikan Islam
Menurut sebagian tokoh-tokoh pembaru Islam, salah satu penyebab kemunduran umat Islam adalah karena merosotnya kualitas pendidikan Islam. Untuk itu, perlu mengembalikan kekuatan pendidikan Islam sebagai penyangga kemajuan umat Islam sehingga nanti akan bermunculan gagasan-gagasan tentang pembaruan pendidikan Islam yang di ikuti dengan pelaksaan perubahan penyelenggaraannya.
Kebangkitan intelektual di barat telah memberikan kontribusi yang besar terhadap Eropa. Semangat rasionalisme akibat dari adanya informasi pengetahuan yang mereka dapat telah membuat negara-negara Barat menjadi kuat, baik militer, ekonomi, maupun ilmu pengetahuan dan teknologi. Satu kondisi kondusif yang pernah di alami umat Islam pada masa-masa kejayaannya. Kini kondisi itu seakan berbalik, dimana barat yang dulunya sangat terbelakang (lemah dalam DPTEK) menjadi kian maju sarat dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mereka kuasai, sedang Islam tidak lagi memiliki kekuatan yang dapat dibanggakan. Hal ini membuat Isla merasakan kekalahan-kekalahan ketika Barat mulai bangun dan berusaha melepaskan diri dari kekuasaan Islam.
Bila kita merujuk pada pola pembaruan pendidikan Islam diatas pola pembaruan yang bercorak Modemis dan tradisionalis, tidak sedikit tokoh yang mencoba melakukan pembaruan dalam bidang ini. Namun, pada pembahasan ini akan menguraikan secara panjang lebar pembaruan pendidikan Islam yang bercorak modemis yang dilakukan pada tiga wilayah kerajaan besar, yakni kerajaan Turki Usmani, Mesir dan India, yang sudah sangat jelas dengan para tokoh pebaruannya.
Tokoh-tokoh Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia
1. Syaikh abdullah ahmad
2. Rahmah el-yunusiah
3. As panji gumilang
Selain dari ketiga tokoh pembaruan pendidikan Islam diatas masih banyak lagi tokoh-tokoh yang lainnya diantaranya:
1. Syekh ibrahim musa parabek
2. Prof. dr. h. mahmud yunus
3. Muhamad natsir
4. k.h. Ahmad dahlan
5. k.h. Hasyim asy’ari
6. ki Hajar dewantara
7. k.h. Abdullah syafi’i
8. k.h. Abdullah bin buh
9. k.h.Imam zarkasyi
10. k.h. Saifuddin zuhri
Dan masih banyak lagi tokoh-tokoh yang lainnya.
Menurut sebagian tokoh-tokoh pembaru Islam, salah satu penyebab kemunduran umat Islam adalah karena merosotnya kualitas pendidikan Islam. Untuk itu, perlu mengembalikan kekuatan pendidikan Islam sebagai penyangga kemajuan umat Islam sehingga nanti akan bermunculan gagasan-gagasan tentang pembaruan pendidikan Islam yang di ikuti dengan pelaksaan perubahan penyelenggaraannya.
Kebangkitan intelektual di barat telah memberikan kontribusi yang besar terhadap Eropa. Semangat rasionalisme akibat dari adanya informasi pengetahuan yang mereka dapat telah membuat negara-negara Barat menjadi kuat, baik militer, ekonomi, maupun ilmu pengetahuan dan teknologi. Satu kondisi kondusif yang pernah di alami umat Islam pada masa-masa kejayaannya. Kini kondisi itu seakan berbalik, dimana barat yang dulunya sangat terbelakang (lemah dalam DPTEK) menjadi kian maju sarat dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mereka kuasai, sedang Islam tidak lagi memiliki kekuatan yang dapat dibanggakan. Hal ini membuat Isla merasakan kekalahan-kekalahan ketika Barat mulai bangun dan berusaha melepaskan diri dari kekuasaan Islam.
Bila kita merujuk pada pola pembaruan pendidikan Islam diatas pola pembaruan yang bercorak Modemis dan tradisionalis, tidak sedikit tokoh yang mencoba melakukan pembaruan dalam bidang ini. Namun, pada pembahasan ini akan menguraikan secara panjang lebar pembaruan pendidikan Islam yang bercorak modemis yang dilakukan pada tiga wilayah kerajaan besar, yakni kerajaan Turki Usmani, Mesir dan India, yang sudah sangat jelas dengan para tokoh pebaruannya.
Tokoh-tokoh Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia
1. Syaikh abdullah ahmad
2. Rahmah el-yunusiah
3. As panji gumilang
Selain dari ketiga tokoh pembaruan pendidikan Islam diatas masih banyak lagi tokoh-tokoh yang lainnya diantaranya:
1. Syekh ibrahim musa parabek
2. Prof. dr. h. mahmud yunus
3. Muhamad natsir
4. k.h. Ahmad dahlan
5. k.h. Hasyim asy’ari
6. ki Hajar dewantara
7. k.h. Abdullah syafi’i
8. k.h. Abdullah bin buh
9. k.h.Imam zarkasyi
10. k.h. Saifuddin zuhri
Dan masih banyak lagi tokoh-tokoh yang lainnya.
F. Ide
pembaharuan islam dalam bidang Agama
Pembaharuan
dalam bidang keagamaan ialah penemuan kembali ajaran atau prinsip dasar yang
berlaku abadi, yang karena waktu, lingkungan situasi dan kondisi, mungkin menyebabkan
dasar-dasar tersebut kurang jelas tampak dan tertutup oleh kebiasaan dan
pemikiran tambahan lain. Di atas telah disebutkan bahwa yang dimaksud
pembaharuan dalam bidang keagamaan adalah memurnikan kembali dan mengembalikan
kepada keasliannya. Oleh karena itu dalam pelaksanaan agama baik menyangkut
aqidah (keimanan) ataupun ritual (ibadah) haruslah sesuai dengan aslinya, yaitu
sebagaimana diperintahkan oleh Allah dalam Al-Quran dan dituntunkan oleh Nabi
Muhammad SAW, lewat sunah-sunahnya.
Dalam
masalah aqidah Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya aqidah Islam yang murni,
bersih dari gejala-gejala kemusyrikan, bid’ah dan khufarat tanpa mengabaikan
prinsip-prinsip toleransi menurut ajaran Islam, sedang dalam ibadah
Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya ibadah tersebut sebagaimana yang
dituntunkan Rasulullah SAW tanpa tambahan dan perubahan dari manusia. Dengan
kembali kepada ajaran dasar ini yang populernya disebut pada Al-Qur’an dan
Hadits, Muhammadiyah berusaha menghilangkan segala macam tambahan yang datang
kemudian dalam agama. Memang di Indonesia keadaan ini terasa sekali, bahwa
keadaan keagamaan yang nampak adalah serapan dari berbagai unsur kebudayaan
yang ada.
Di
antara praktek-praktek dan kebiasaan yang bukan berasal dari agama Islam antara
lain : pemujaan arwah nenek moyang, benda-benda keramat, berbagai macam upacara
dan selamatan, seperti pada waktu-waktu tertentu pada waktu hamil, pada waktu
puput pusar, khitanan, pernikahan, dan kematian. Upacara dan do’a yang diadakan
pada hari ke-3, ke-5, ke-40, ke-100, ke-1000 setelah meninggal. Peristiwa
penting yang berssfat sosial yang berhubungan dengan kepercayaan seperti
kenduri/ slametan pada bulan Sya’ban dan Ruwah. Berziarah ke makam orang-orang
suci dan minta dido’akan. Begitu pula orang sering kali meminta nasehat dan
bantuannya kepada petugas agama di desa (seperti modin, rois, kaum) dalam
hal-hal yang berhubungan dengan takhayul, misal untuk menolak pengaruh
penyakit, yang untuk itu biasanya mereka diberi/dibacakan do’a-do’a dalam
bahasa Arab, yang di antara do’a tersebut tidak jarang bagian-bagian yang
berbau Agama Hindu atau animisme dari zaman kuno, dan sebagainya.
Terhadap tradisi dan kepercayaan di atas banyak orang Islam yang
menganggap bahwa hal tersebut termasuk amalan-amalan keagamaan, atau
setidak-tidaknya hal tersebut tidak bertentangan. Terhadap tradisi, adat
kebiasaan dan berbagai macam kepercayaan di atas banyak kaum muslimin yang
melakukannya tanpa reserve, bahkan mereka menganggap bahwa hal di atas
termasuk keharusan menurut agama.Untuk itu Muhammadiyah berusaha meluruskan
kembali dengan memberantas segala bentuk bid’ah dan khurafat sepeti bentuk di
atas. Usaha Muhammadiyah untuk memurnikan keyakinan umat Islam Indonesia, ialah
Muhammadiyah telah mengenalkan penelaahan kembali dan pengubahan drastis, jika
diperlukan, menuju penafsiran yang benar terhadap Al-Qur’an dan Al-Hadits.
Usaha pemurnian tersebut antara lain dapat disebut :
1.
Penentuan arah kiblat yang tepat
dalam bersembahyang, sebagai kebalikan dari kebiasaan sebelumnya, yang
menghadap tepat ke arah Barat.
2.
Penggunaan perhitungan astronomi
dalam menentukan permulaan dan akhir bulan puasa (hisab), sebagai kebalikan
dari pengamatan perjalanan bulan oleh petugas agama.
3.
Menyelenggarakan sembahyang bersama
di lapangan terbuka pada hari raya Islam, Idul Fitri dan Idul Adha, sebagai
ganti dari sembahyang serupa dalam jumlah jama’ah yang lebih kecil, yang
diselengarakan di Masjid.
4.
Pengumpulan dan pembagian zakat
fitrah dan korban pada hari raya tersebut di atas, oleh panitia khusus,
mewakili masyarakat Islam setempat, yang dapat dibandingkan sebelumnya dengan
memberikan hak istimewa dalam persoalan ini pada pegawai atau petugas agama
(penghulu, naib, kaum. modin, dan sebagainya).
5.
Penyampaian khutbah dalam bahasa
daerah, sebagai ganti dari penyampaian khutbah dalam bahasa Arab.
6.
Penyederhanaan upacara dan ibadah
dalam upacara kelahiran, khitanan, perkawinan dan pemakaman, dengan
menghilangkan hal-hal yang bersifat politheistis darinya.
7.
Penyerderhanaan makam, yang
semula dihiasi secara berlebihan.
8.
Menghilangkan kebiasaan berziarah
ke makam orang-orang suci (wali).
9.
Membersihkan anggapan adanya
berkah yang bersifat ghaib, yang dimiliki oleh para kyai/ulama tertentu, dan
pengaruh ekstrim dari pemujaan terhadap mereka.
10. Penggunaan kerudung untuk wanita,
dan pemisahan laki-laki dengan perempuan dalam pertemuan-pertemuan yang
bersifat keagamaan.
Dalam
rangka usaha tersebut, tidak sedikit rintangan yang dialami. Beberapa tafsir
Muhammadiyah tentang Al-Qur’an dan Al-Hadits menimbulkan debat theologis di
antara ulama.Tetapi kemudian, beberapa hal yang dipelopori oleh Muhammadiyah
menjadi umum di kalangan umat Islam di Indonesia.
Untuk
membahas, apakah adat istiadat/tradisi serta kepercayaan berlaku di masyarakat
itu sesuai dengan Al-Qur’an dan Hadits atau tidak, dalam Muhammadiyah
dibicarakan oleh suatu lembaga yang bernama “Lajnah Tarjih”. Tarjih ini adalah
merupakan realisasi dari prinsip, bahwa pintu ijtihad tetap terbuka.
Majlis
Tarjih didirikan atas dasar keputusan kongres Muhammadiyah ke- XVI
pada tahun 1927, atas usul dari K.H. Mas Mansyur.
Fungsi
dari majlis ini adalah mengeluarkan fatwa atau memastikan hukum tentang
masalah-masalah tertentu. Masalah itu tidak perlu semata-mata terletak pada
bidang agama dalam arti sempit, tetapi mungkin juga terletak pada masalah yang
dalam arti biasa tidak terletak dalam bidang agama, tetapi pendapat apapun juga
haruslah dengan sendirinya didasarkan atas syari’ah, yaitu Qur’an dan Hadits,
yang dalam proses pengambilan hukumnya didasarkan pada ilmu ushul fiqh. Majlis
ini berusaha untuk mengembalikan suatu persoalan kepada sumbernya, yaitu
Al-Qur’an dan Al-Hadits, baik masalah itu semula sudah ada hukummnya dan
berjalan di masyarakat tetapi masih dipertikaikan di kalangan umat Islam,
ataupun yang merupakan masalah-masalah baru, yang sejak semula memang belum ada
ketentuan hukumnya, seperti masalah keluarga berencana, bayi tabung, bank dan
lain-lain.
G.
Pendidikan Islam Masa
Orde Lama (Zaman Kemerdekaan)
Era Orde Lama yang dalam tulisan ini dimaksudkan kepada rentang waktu antara di
Proklamasikannya Indonesia Merdeka sampai dengan masa Mundurnya Soekarno dari
jabatan Presiden. Pada zaman orde
lama di bawah kepemimpinan Soekarno, Indonesia baru menunjukkan eksistensinya
sebagai negara yang merdeka, negara yang berdaulat, dan negara yang baru saja
merasakan nikmatnya sebuah kebebasan. Dengan semangat kemerdekaan itulah
Indonesia setapak demi setapak namun pasti menuju ke arah kemajuan.
Islam pada saat setelah Merdeka masih memegang peranan penting dalam
mempertahankan kemerdekaan. Pada masa perumusan dasar-dasar negara Indonesia.
Terdapat dua kelompok perumusan yaitu kelompok Islam yang terdiri dari para
Ulama-Ulama dan kelompok Nasionalis yang terdiri dari pada kelompok
bangsawan-bangsawan. Kelompok Islam mengatakan dasar-dasar negara Indonesia
harus berdasarkan Agama Islam, sedangkan Kelompok Nasionalis harus berdasarkan
pada Pancasila. Namun pada akhirnya rumusan Undang-undang Dasar Negara
Indonesia tersebut sejalan dengan paham Nasionalis. Dengan alasan mengingat di
Indonesia terdapat beberapa agama.
Pastilah sejarah mencatat bagaimana pemerintah Orde Lama memberikan
sumbangsih yang signifikan terhadap perkembangan pendidikan Islam. Perkembangan Islam pada masa Orde Lama
sangat terkait dengan peran Departemen Agama yang mulai resmi berdiri 3 Januari
1946. lembaga ini secara intensif memperjuangkan politik pendidikan Islam di
Indonesia. Secara lebih spesifik, usaha ini ditangani oleh suatu bagian khusus
yang mengurusi masalah pendidikan agama.
Dalam salah satu nota Islamic education in Indonesia yang disusun oleh
bagian pendidikan Departemen Agama pada tangga l1 September 1956, tugas bagian
pendidikan agama ada tiga, yaitu memberi pengajaran agama di sekolah negeri dan
partikulir, memberi pengetahuan umum di Madrasah, dan mengadakan Pendidikan
Guru Agama serta Pendidikan Hakim Islam Negeri. Tugas pertama dan kedua
dimaksudkan untuk upaya konvergensi pendidikan dualistis, sedangkan tugas yang
ketiga dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan pegawai Departemen Agama itu
sendiri.
Berdasarkan keterangan di atas, ada dua hal yang penting berkaitan dengan
pendidikan Islam pada masa Orde Lama, yaitu pengembangan dan pembinaan madrasah
dan pendidikan Islam di sekolah umum.[5]
Pada masa setelah kemerdekaan Islam dikembangkan melalui madrasah-madrasah yang
bernaung dibawah kementrian agama. Mempelajari perkembangan madrasah terkait
erat dengan peran Departemen Agama sebagai andalan politis yang dapat
mengangkat posisi madrasah sehingga memperoleh perhatian yang terus menerus
dari kalangan pengambil kebijakan. Tentunya, tidak juga melupakan usaha-usaha
keras yang sudah dirintis oleh sejumlah tokoh seperti Ahmad Dahlan, Hasyim
Asy’ari dan Mahmud Yunus. Dalam hal ini, Departemen Agama secara lebih tajam
mengembangkan program-program perluasan dan peningkatan mutu madrasah.[6]
Pada masa demokrasi
terpimpin yang menimbulkan banyak kekacauan dan ketegangan politik serta
keruntuhan ekonomi, bagi Ummat Islam. Sampai tahap-tahap tertentu perhatian
dialihkan dari kehidupan politik kepada masalah-masalah pendidikan, pengajaran
agama, dakwah dan latihan kepemimpinan Islam. Dalam hal ini Kementrian Agama
berperan sangat penting. Disamping ajaran-ajaran agama dikembangkan melalui
Pesantren-Pesantren.[7]
Selama hampir 5 tahun setelah Proklamasi kemerdekaan, Indonesia memasuki
masa-masa Revolusi (1945-1950), Menyusul kekalahan Jepang dari tentara sekutu.
Selama periode ini tidak hambatan serius yang menghalangi hubungan antara
kelompok Islam dengan Kelompok Nasionalis. Walaupun diantar kedua kelompok ini
memiliki perbedaan Ideologi.
H.
Pendidikan Islam Masa Orde Baru
Setelah presiden Soekarno turun, Menyusul gagalnya
Kudeta oleh partai Komunis pada 1965, dan dan Soekarno pun Meletakkan Jabatanya
sebagai presiden, secara otomatis rezim orde lama juga terhenti. Bersamaan
dengan itu, maka lahirlah orde lain sebagai penerus perjuangan. Orde ini tak
lain adalah orde baru yang dipimpin oleh presiden Suharto. Orde ini
berlangsung dalam rentang waktu yang cukup lama, yaitu kurang lebih 32 tahun.
Sejarah
itu sumber pelajaran yang sangat berharga, sehingga kita perlu menggali lebih
jauh perjalanan panjang orde baru yang diperankan oleh sang diktator berdarah
dingin (Soeharto) dalam upayanya membungkam lawan-lawan politiknya, terutama
umat Islam yang dianggap sebagai ancaman utama bagi kelangsungan kekuasaannya, yang
biasa dia sebut sebagai ancaman ekstrem kanan. Hal mana dia sebagai panglima
tertinggi ABRI dapat menggunakannya sebagai alat memberangus hak politik umat
Islam. Sejak 1951 Soeharto sudah menunjukkan sikap keras terhadap semua pihak
yang memperjuangkan idiologi Islam. Maka, ketika ditengarai bahwa TNI 426 di
Jawa Tengah mengadopsi idiologi Islam karena mereka mantan pasukan Hizbullah
dan Sabilillah, dia tumpas habis.[8]
Sepuluh
tahapan awal (1966–1976) sebagai tahap pengkondisian, menurut Dr. Din
Syamsuddin, dalam Bukunya yang Berjudul” Islam & Politik Era Orde Baru”
“Dapat dicatat bahwa respon umat Islam terhadap perubahan politik selama
sepuluh tahun pertama orde baru (1966–1976) yang dalam hubungannya dengan
agenda depolitisasi Islam dapat dipandang sebagai suatu pengkondisian hubungan
antara Islam dengan negara Pancasila dan politik.” Adapun tahapan kedua, antara
tahun 1976–1986 merupakan masa uji coba. Rezim menguji depolitisasi Islam
secara formal dengan menetapkan undang-undang yang mewajibkan semua partai
politik dan organisasi.
Agenda
politik rezim orde baru mencakup depolitisasi Islam. Proyek ini didasarkan pada
anggapan bahwa Islam yang kuat secara politik akan menjadi hambatan bagi
modernisasi. Ada beberapa orang di kalangan elit pemerintah yang kecewa dengan
kualitas dan kemampuan para pemimpin Islam tradisional. Lepas dari masalah
phobia Islam tertentu di antara kebanyakan anggota kelompok yang berkuasa, yang
secara kebetulan terdiri dari para intelektual sekuler (elit militer, sosialis,
dan Kristen), pandangan demikian mengandung logika politiknya sendiri, yakni
bahwa dengan mendepolitisasi Islam, mereka akan mempertahankan kekuasaan dan
melindungi kepentingan-kepentingan mereka.
Dengan
mempertimbangan asumsi tersebut, orang dapat melihat dimensi politik tertentu
dari idiologi modernisasi atau pembangunan yang dijalankan oleh rezim.
Penerapan idiologi ini merupakan keputusan strategis yang sekurang-kurangnya
mempunyai dua implikasi politik. Pertama, rezim orde baru akan mempunyai suatu
basis idiologis yang kuat yang menyentuh kebutuhan pokok rakyat, sehingga
rakyat akan memberikan dukungan dan partisipasi dalam politik, atau seperti
yang ditulis Alfian bahwa pembangunan menjadi salah satu simbol legitimasi politik.Kedua,
dukungan politik dan partisipasi rakyat pada gilirannya akan mempertahankan
kontinuitas proses pembangunan dan kekuasaan rezim. Interaksi dinamis antara
partisipasi politik dan pelembagaan politik kemudian diharapkan terjadi melalui
rekayasa politik, termasuk depolitisasi Islam bisa diimplementasikan.
Setelah pemerintah orde baru berhasil
memaksakan partai-partai Islam berfusi dalam PPP, terlihat dari dokumen partai
itu masih berjuang bagi kepentingan umat Islam dengan tanda gambar Ka’bah. Pada
tahun 1977 pemerintah, melalui Menteri Dalam Negeri, Amir Mahmud dan Sekjen
Departemen Agama, Bahrun Rangkuti, sangat keberatan terhadap penggunaan tanda
gambar Ka’bah dalam pemilu tahun 1977. Tampilnya PPP sebagai
partai Islam dianggap pemerintah sebagai ancaman. PPP dituduh mendapat bantuan
dari Libya dan dihubung-hubungkan dengan komando jihad. Akhirnya, diciptakan
isu SARA dengan membuat tragedi Tanjung Priok tanggal 12 September 1984.
Klimaksnya, rezim orde baru pada tahun 1985 memaksakan Pancasila sebagai asas
tunggal bagi seluruh parpol dan ormas. Inilah pohon buruk bernama orde baru
dengan konsep Dwifungsi ABRI-nya.
I. Pendidikan Islam Era reformasi
Masa
reformasi adalah masa perubahan sistem pemerintahn Indonesia. Dan ditandai
dengan runtuhnya Orde Baru di bawah pimpinan Soeharto. Pada tahun 1999, setelah
rezim orde baru jatuh, Indonesia memulai kehidupan barunya dengan melaksanakan
pemilu secara jurdil dan demokratis. Masa ini cukup dikenal sebagai "orde
reformasi". Sebuah orde di mana saat itu dilakukan reformasi secara total
dengan agenda-agenda yang sejak lama direncanakan. Pasca reformasi perkembangan
fenomena Islam di tanah air mengalami perubahan bentuknya yang paling komplek.
Sebagai sebuah kesinambungan dari sejarah pergulatan pemikiran Islam di tanah
air, era reformasi memang memberikan semacam peluang sekaligus tantangan atau
bahkan godaan. Kedewasaan umat muslim di tanah air diuji oleh isu-isu regional,
nasional bahkan global. Permasalahan-permasalahan yang dihadapi membentang dari
wacana intelektual sampai realitas yang paling radikal dalam berbagai aspek
kehidupan beragama dan bernegara.
Seakan tak mau kehilangan kesempatan
langka, euporia ekspresif masyarakat dari berbagai lapisan dan golongan turun
mewarnai proses transisi demokrasi pasca reformasi 98’. Tentunya hal ini tak
bisa dilepaskan dari umat muslim sebagai pemeluk agama mayoritas. Pendekatan
yang digunakan kaum muslimin sebagaimana diungkapkan Gus Dur adalah
menyelesaikan masalah yang dianggap -menentang dengan jawaban yang dianggap
paling- tepat.[9]
Di Indonesia aliran pemikiran Hukum Islam diperankan oleh sedikitnya tiga
aliran utama yang khas pemikiran Hukum Islam yaitu tekstual, liberal dan
moderat. Sebagaimana tampak terlihat perbedaannya bukan lagi didasarkan pada
aliran mazhab yang telah mempunyai batasan yang jelas. Seperti mengulang-ulang
sejarah saja, bagi mereka yang paham dengan historisitas pertumbuhan
hukum Islam pasti sudah mengetahui betul karakteristik ketiga aliran pemikiran
ini.[10]
Aliran pemikiran hukum tak pernah
lepas dari tiga arus utama ini, tinggal lagi dominasinya yang kadang
berubah-ubah sesuai dengan kebutuhan atau kepentingan umat Islam di suatu
tempat dan waktu. Bisa saja aliran yang cenderung liberal yang mendominasi,
aliran yang lainnya kurang diapresiasi atau kadang aliran yang tekstual yang
mendominasi sedangkan aliran yang lainnya tak mendapatkan tempat. Namun
seringkali aliran moderat mendominasi sedangkan dua aliran pemikiran yang lain
hanya sebagai pengembangan sayapnya
BAB III
PENUTUP
Islam adalah agama yang indah, variatif dan selalu
memberikan kemudahan pada pemeluknya. Agama ini merupakan rahmat bagi seluruh
alam. Pembaharuan yang terjadi khususunya di indonesia merupakan bukti bahwa
islam bisa beradaptasi dengan zaman yang senangtiasa berkembang.
Gerakan-gerakan yang muncul pasca pembaharuan merupakan indikasi kuat bahwa
agama ini tidak stagnan dan koserfatif
DAFTAR PUSTAKA
Ø
Ma’arif, A. Syafi’i.Muhammadiyah Dan NU.1993.LPPI UMY. Yogyakarta.
I'm really enjoying the design and layout of your website.
BalasHapusQassim & QU