BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Mungkin
agak terasa asing ketika pertama kali menyebut istilah kata hisbah bagi
sebagian masyarakat di Indonesia. Meskipun di indonesia mayoritas penduduknya
adalah beragama islam. Salah satu wilayah di Indonesia yang menerapkan lembaga
hisbah yaitu di NAD ( Nangro Aceh Darusalam). Hisbah merupakan cara pengawasan
terpenting yang dikenal oleh umat Islam pada masa permulaan Islam yang
berfungsi untuk melakukan pengawasan terhadap seluruh lini kehidupan umat
islam, meluruskan etika dan mencegah penyimpangan. Lembaga ini merupakan salah
satu bentuk upaya dari pemerintah untuk menciptakan kemaslahatan bersama,
menumbuhkan kejujuran dan keadilan dalam menegakkan hukum islam di setiap aspek
kehidupan masyarakat.
Tujuan
umumnya adalah untuk menjaga lingkungan masyarakat dari kerusakan, dan memastikan
kesejahteraan masyarakat baik dalam hal keagamaan ataupun tingkah laku
sehari-hari sesuai dengan hukum Allah. Jadi tujuan hisbah tidak hanya
untuk memungkinkan pasar dapat
beroperasi dengan bebas sehingga harga, upah, dan laba dapat ditentukan oleh kekuasaan
permintaan dan penawaran, melainkan juga untuk menjamin bahwa semua agen
ekonomi dapat memenuhi tugasnya antara satu dengan yang lain dan mematuhi
peraturan hukum islam yag berlaku. Setiap tindakan atau keputusan yang di ambil
harus berhati-hati dalam memutuskannya.
Tidak ada unsur pemaksaan, penipuan, pemanfaatan kesempatan dalam kesempitan,
atau pengabaiaan terhadap pihak
yang melakukan akad, dan tidak ada penimbunan dan perusakan pasokan dengan
tujuan menaikkan harga.
Ibnu Taimiyah menuliskan bahwa, “kesejahteraan umat
manusia tidak dapat diwujudkan kecuali di dalam suatu tata sosial dimana setiap
orang tergantung satu sama lain. Masyarakat memerlukan seseorang untuk mengatur
mereka… Perintah Allah SWT untuk
menegakkan amar makruf dan nahi mungkar tidak akan dapat direalisasikan kecuali
dengan kekuatan dan kekuasaan.” Hisbah juga berkaitan dengan hubungan antar
pemerintah sebagai
petugas hisbah yang nantinya akan mengatur setiap hal-hal yang berkaitan dengan
sistem kehidupan masyarakat banyak.
A. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini
adalah :
1.
Mengetahui tentang pengertian atau definisi
Hisbah dan sejarah berdirinya lembaga hisbah
2.
Mengetahui tentang definisi Muhtasib dan
bagaimana tugas-tugasnya.
3.
Mengetahui tentang peran lembaga hisbah serta
wewenang lembaga hisbah dalam ekonomi bisnis islam.
Description: PERAN LEMBAGA HISBAH DALAM SISTEM PEREKONOMIAN ISLAM
Rating: 4.5
Reviewer: Firdaus -
ItemReviewed: PERAN LEMBAGA HISBAH DALAM SISTEM PEREKONOMIAN ISLAM
BAB II
PERAN LEMBAGA HISBAH DALAM SISTEM
PEREKONOMIAN ISLAM
A.
Pengertian hisbah
Hisbah
berasal dari bahasa Arab, berakar kata ha-sa-ba yang mempunyai makna
cukup bervariasi, seperti memperhitungkan, menaksir,
mengkalkulasi,memikirkan,opini,pandangan dan lain-lain. Secara harfiyah (etimologi) hisbah berarti melakukan suatu tugas dengan penuh perhitungan.[1]
Sedangkan Dr.Jaribah mendefinisikan hisbah secara
etimologi berkisar pada memerintahkan kebaikan dan mencegah kemungkaran (amar
ma’ruf nahi mungkar).[2]Makna
terminology adalah memerintahkan kebaikan apabila ada yang meninggalkannya dan
melarang kemungkaran apabila ada yang mengerjakannya.[3]
Konsep
hisbah diatas mengulas agar bisa mencakup semua anggota masyarakat yang
mampu memerintahkan kebaikan dan mencegah kemungkaran. Sebagaimana ruang lingkup hisbah mencakup sisi kehidupan termasuk bidang ekonomi.
Hisbah adalah sebuah institusi keagamaan di
bawah kendali pemerintahan yang mengawasi masyarakat agar menjalankan
kewajibannya dengan baik,ketika masyarakat
mulai untuk mengacuhkannya dan melarang masyarakat melakukan hal yang salah,
saat masyarakat mulai terbiasa dengan kesalahan itu. Tujuan umumnya adalah
untuk menjaga lingkungan masyarakat dari kerusakan, menjaga dan memastikan kesejahteraan
masyarakat baik dalam hal keagamaan ataupun tingkah laku sehari-hari sesuai
dengan hukum Allah.
Hisbah dapat diartikan juga sebagai
lembaga yang fungsi
pokoknya adalah menghimbau agar masyarakat melakukan kebaikan dan menjauhi
kemungkaran.Namun demikian wilayah fungsi kontrol ini tidak sebatas bidang
agama dan moral.Tetapi menurut Muhammad
al-Mubarak melebar ke wilayah ekonomi dan secara umum bertalian dengan
kehidupan kolektif atau publik untuk mencapai keadilan dan kebenaran menurut
prinsip Islam dan dikembangkan menjadi kebiasaan umum pada satu waktu dan
tempat. [4].
1.
Landasan Hukum
a.
Al-Qur’an
Surat Ali Imran ayat 104:
“Dan hendaklah ada di antara kamu
segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf*, dan mencegah dari yang
mungkar;mereka itulah orang-orang yang beruntung”
b.
Al-Qur’an
Surat An-Nahl :90
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku
adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang
dari perbuatan keji, kemungkaran
dan permusuhan.Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil
pelajaran.”
c.
Nabi
Muhammad SAW bersabada:
“Barang siapa yang melihat kemungkaran, maka
rubahlah dengan tangannya. Jika ia tidak bisa, maka rubahlah dengan mulutnya.
Jika ia tidak bisa juga, maka dengan hatinya, dan itu adalah selemah-lemahnya
iman.”
d.
Di Indonesia dalam kaitan dengan masalah pengawasan
di bidang ekonomi (bisnis), apabila mengacu pada perundangan yang berlaku,
antara lain diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999
tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. [5] Selanjutnya juga dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Fungsi pengawasan
yang diatur dalam kedua undang-undang ini menitikberatkan pada masalah
pengawasan dalam bidang usaha (bisnis) dengan maksud agar kepentingan masyarakat,
terutama konsumen, bisa terlindungi. Dengan demikian dilihat dari fungsi pokok
yang dibebankan, secara substansial sama dengan fungsi pengawasan dalam
institusi hisbah dalam Islam.
2.
Tugas lembaga hisbah
Adapun tugas lembaga hisbah adalah :
a. Pengawasan terhadap kecukupan (stok) barang
dan jasa di pasar.
Al-Hisbah melalui
muhtashibnya harus selalu mengontrol ketersediaan barang dan jasa yang
dibutuhkan masyarakat, misalnya kebutuhan pokok (sandang, pangan, papan, jasa
kesehatan, jasa pendidikan, dan lain-lain).
b. Pengawasan terhadap industri.
Dalam industri ini tugas
muhtashib adalah pengawasan standar produk, ia juga mempunyai otoritas untuk
menjatuhkan sanksi terhadap perusahaan yang terbukti merugikan masyarakat atau
negara.
c. Pengawasan atas perdagangan.
Muhtashib harus
mengevaluasi pasar secara umum dan berbagai praktek dagang yang berbeda-beda
secara khusus. Ia harus mengawasi timbangan dan ukuran, kualitas produk,
menjamin pedagang dan agennya tidak melakukan kecurangan dan praktik yang
merugikan konsumen.
d. Perencanaan dan Pengawasan Kota dan Pasar.
Muhtashib berfungsi sebagai
pejabat kota untuk menjamin pembangunan rumah atau toko-toko dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan hukum, sehingga memberikan keamanan bagi publik.
e. Pengawasan terhadap keseluruhan pasar.
Muhtashib harus menjamin segala bentuk
kebutuhan agar persaingan di pasar dapat berjalan dengan sehat dan islami,
misalnya menyediakan informasi yang transparan bagi para pelaku pasar,
menghapus berbagai retriksi untuk keluar dan masuk pasar, termasuk membongkar
berbagai praktek penimbunan (ikhtikar).
3.
Tujuan Lembaga Hisbah
Hisbah dalam kegiatan ekonomi mempunyai
beberapa tujuan. Pengawasan pasar merupakan tugas pertama seorang Muhtasib
(pengawas) pada masa permulaan Islam. Untuk itu pembahasan ini dibagi menjadi
dua, yaitu;
a.
Tujuan-tujuan hisbah terhadap kegiatan
ekonomi
Tujuan hisbah dalam
kegiatan ekonomi adalah untuk mewujudkan tujuan-tujuan berikut:[6]
1) Memastikan dijalankannya aturan-aturan
kegiatan ekonomi
Peran pengawasan dari luar
untuk mencegah orang-orang yang lalai untuk menjaga aturan-aturan kegiatan
ekonomi. Aturan terpentingnya adalah:
a) Disyariatkannya kegiatan ekonomi
Aturan terpenting kegiatan
ekonomi dalam islam adalah bahwa kegiatan ekonomi tersebut
disyariatkan.Senantiasa terhindar dari maisir,gharar,dan riba.
b) Menyempurnakan pekerjaan
c) Melawan penipuan
Penipuan
merupakan satu tindakan buruk yang dapat menyebabkan bahaya besar tehadap umat
dan juga kegiatan ekonominya.Dimana penipuan mempunyai akibat bagi
kesejahteraan konsumen,dan juga pertumbuhan ekonominya. Bentuk – bentuk penipuan ini dapat berupa :[7]
(1) Kualitas
(2) Kuantitas
(3) Harga
(4) Waktu penyerahan barang/jasa
d) Tidak membahayakan orang lain
2) Mewujudkan keamanan dan ketentraman
Keamanan dan ketrentraman
merupakan menciptakan iklim investasi yang sesuai, dan mewujudkan pertumbuhan
ekonomi.
3) Mengawasi keadaan rakyat
Menurut Umar bin Khattab
tujuan hisbah adalah berjalan pada malam dan siang hari untuk mengetahui
keadaan rakyat, mengetahui kebutuhan-kebutuhan mereka, dan menyantuni orang-orang
yang membutuhkan.[8]
4) Melarang orang membuat aliran air tanpa
adanya kebutuhan
Islam memerintahkan agar setiap orang
berusaha mewujudkan ketercukupan untuknya dan ketercukupan untuk orang yang
berada dalam tanggungannya dan tidak memperbolehkan orang yang mampu menjadi
beban orang lain.[9]
5) Menjaga kepentingan umum
Kepentingan umum adalah
kemaslahatan bagi umat, dimana umat tidak bisa terpisah dari kepentingan
tersebut. Maka harus ada pengawasan terhadap kepentingan umum tersebut untuk
menjaga dan melindunginya dari orang yang berbuat sia-sia.[10]
6) Mengatur transaksi di pasar
Pengawasan pasar dan mengatur
persaingan di dalamnya yaitu dengan memerangi transaksi yang merusak persaingan
tersebut.
b.
Tujuan hisbah terhadap Pasar
Pasar mempunyai peran yang besar
dalam ekonomi. Pasar adalah tempat yang mempunyai aturan yang disisipkan untuk
tukar menukar hak milik dan menukar barang antara produsen dan konsumen.
Tujuan terpenting dari
pengawasan pasar dan aturan transaksi di dalamnya yaitu [11]:
1) Kebebasan keluar masuk pasar
Kebebasan transaksi dan
adanya persaingan yang sempurna di pasar Islam tidak terwujud selama
halangan-halangan tidak dihilangkan dari orang-orang yang melakukan transaksi
di pasar. Maka mereka masuk pasar dan keluar dengan bebas,juga di berikan
kebebasan mengangkut barang dari satu tempat ke tempat lain dan memindahkan
unsur produksi diantara bermacam – macam kegiatan ekonomi sesuai fluktuasi
persediaan dan permintaan barang.
2) Mengatur promosi dan propaganda
Tujuan pengawasan pasar
adalah menunjukkan para pedagang tentang cara-cara promosi dan propaganda yang
menyebabkan lakunya dagangan mereka. Dengan syarat dalam masyarakat Islam
berdiri atas dasar kejujuran dan amanat dalam semua cara yang diperbolehkan
untuk memperluas area pasar di depan barang yang siap dijual.
3) Larangan menimbun barang
Penimbunan barang adalah
halangan terbesar dalam pengaturan persaingan dalam pasar Islam. Para pelaku
monopoli mempermainkan barang yang dibutuhkan oleh umat dan manfaatkan hartanya
untuk membeli barang, kemudian menahannya sambil menunggu naiknya harga barang
itu tanpa memikirkan penderitaan umat karenanya perilaku ini dilarang oleh
Islam.
Monopoli identik dengan
penimbunan.Pembahasan monopoli muncul sebagai akibat dari masalah pemberian
harga karena persaingan tidak sempurna. Prinsipnya adalah seseorang tidak boleh
menimbun hanya karena ingin memperoleh harga yang lebih tinggi dan
menyengsarakan atau member dampak negative bagi orang lain.Dan praktek monopoli
ini justru akan membunuh mekanisme kebebasan pasar.[12]
Dengan menahan dan
menyembunyikan, sesungguhnya, menyebabkan seseorang menjadi lebih miskin dalam
arti yang sebenarnya. Sebab dengan demikian miliknya tidak dapat digunakan
orang lain di masa kekurangan. Sebagai upaya akhir sesungguhnya Negara Islam
mempunyai wewenang untuk mencabut hak milik perusahaan spekulatif dan anti
sosial dalam melakukan penimbunan. Tindakan tegas ini untuk mencegah kenaikan
harga yang tidak semestinya.
4) Mengatur perantara perdagangan
5) Pengawasan harga
Sangat harmonis kehidupan
ekonomi yang diatur secara Islami, bila diterapkan dengan disiplin. Tidak akan
pernah ada praktek-praktek yang tidak sehat dalam bisnis karena sejak Rasulullah
SAW telah melarangnya.Beliau tidak menganjurkan campur tangan apapun dalam
proses penentuan harga oleh Negara ataupun individual, apalagi bila penentuan
harga ditempuh dengan cara merusak perdagangan yang fair antara lain melalui penimbunan barang.[13]
Negara disini adalah
membiarkan pasar secara bebas sesuai faktor-faktor alamiah tanpa campur tangan
pihaknya yang memaksakan orang untuk menjual dengan harga yang tidak mereka
setujui atau untuk membeli dengan harga yang tidak mereka terima.Sehingga
sangat sejajar dengan pendapat Ibnu taimiyah tentang mekanisme pasarnya bahwa
harga di tentukan berdasarkan tingkat demand dan suplly secara alami.[14]
Namun tidak sekaligus melepaskan peran lembaga hisbah sebagai bentuk
pengawasanya sampai tidak ada pihak yang terdzolimi.
6) Pengawasan barang yang diimpor
Pada masa Umar bin Khattab
telah menunjuk para pengawas pasar. Diantara tugasnya adalah mengawasi barang
yang diimpor dan mengambil Usyur (pajak 10%) dari barang tersebut dengan
tingkatan yang berbeda sesuai pentingnya barang tersebut dan kebutuhan umat Islam
kepadanya.[15]
Tujuan dibalik hisbah tidak hanya memungkinkan pasar dapat beroperasi
secara bebas sehingga harga, upah dan laba dapat ditentukan oleh kekuatan
permintaan dan penawaran melainkan juga untuk menjamin bahwa semua agen ekonomi
dapat memenuhi tugasnya antara satu sama lain dan mematuhi ketentuan syariat.[16]
B.
Peran Lembaga Hisbah dalam Perekonomian(
Bisnis ) Islam
Dalam
sejarah perekonomian Islam, terdapat suatu lembaga yang dinamakan hisbah, yang
tugasnya adalah memantau, mengawasi praktik-praktik kegiatan perekonomian yang
tidak sesuai dengan kaidah al-Qur’an dan Hadist. Lembaga ini dapat membimbing
jalannya kehidupan masyarakat kearah sesuai dengan al-Qur’an dan Hadist.
Sehingga masalah kemiskinan dapat
terpecahkan. Memang masalah kemiskinan adalah karena tidak dilakukannya
kegiatan perekonomian sebagaimana yang diatur dalam al-Qur’an dan
Hadist. Hisbah mempunyai
peran yang sangat penting dalam Ekonomi (bisnis), yaitu:
1.
Standarisasi
Mutu yang cukup tinggi
Masyarakat khususnya
kaum pedagang harus menyediakan barang terbaiknya karena hisbah juga mengatur tentang mutu barang yang ada di
masyarakat. Ketika ada penipuan atau kecurangan mutu barang yang dilakukan oleh
produsen dan mendzalimi konsumen, maka petugas hisbah siap bertindak. Kualitas barang harus sesuai dengan
harga yang di tetapkan produsen dan yang dijanjikan oleh produsen kepada
konsumen. Produsen pun tidak bisa menjiplak karya produsen lain, karena dengan
adanya peniruan dalam karya produksi akan menyebabkan kerugian baik bagi
produsen yang punya hak cipta atau bagi masyarakat pengguna. Dan jelas,
penjiplakan yang mendzolimi dilarang dalam Islam.
2.
Regulasi
perdagangan lebih teratur
Lembaga Hisbah mempunyai pengawas yang siap mengawasi setiap
kezaliman dalam perdagangan, maka masyarakat akan cenderung hati-hati dalam
berdagang. Apalagi ada dasar Al-Qur’an dan ketakutan yang tinggi pada Allah
menjadikan masyarakat lebih jujur dalam berdagang, lebih jujur dalam
menyediakan supply barang, tidak ada lagi penimbunan barang yang membuat
peningkatan harga di masyarakat.
Dengan adanya regulasi ini system perdagangan lebih terkendali.
3.
Terhindarnya
ekonomi biaya tinggi
Dengan regulasi yang teratur juga akan menyebabkan biaya
yang tercipta rendah karena tidak
ada uang pungutan liar sana-sini yang biasa di pungut oleh pihak birokrat
ataupun orang-orang yang ingin mengambil keuntungan diatas penderitaan orang
lain.
4.
Harga yang terbentuk di masyarakat
Dengan adanya lembaga Hisbah ini harga yang terbentuk di masyarakat
lebih stabil karena senantiasa ada pengawasan.Bila harga terlalu tinggi maka dapat
diatur khususnya kebutuhan
bahan pokok. Hisbah akan melindungi
masyarakat dari harga yang mencekik yang umumnya di lakukan oleh perusahaan
yang bermain secara monopoli.
5.
Kesejahteraan Masyarakat akan lebih merata
Ketika barang yang dibutuhkan
masyarakat hadir secara cukup dengan harga yang layak, akan membuat masyarakat
jauh dari kemiskinan dan dekat dengan kesejahteraan. Pendapatan dan kepemilikan
barang akan cenderung merata atau distribusi merata. Sehingga gap atau
kecemburuan sosial dapat di cegah.
6.
Kecerdasan masyarakat dalam Ekonomi
Yang berperan di Hisbah tidak hanya
petugas hisbah saja, namun juga masyarakat umum. Karena pengaduan akan
kedzoliman bisa saja di lakukan oleh masyarakat umum. Secara tidak langsung,
masyarakat di buat untuk lebih punya pemahaman dalam hal ekonomi dan bisnis,
agar tidak mudah untuk di dzolimi dan agar bisa membantu anggota masyarakat
lain yang sedang terdzolimi.
C.
Kewenangan Lembaga Hisbah Dalam Mengatur
Bisnis
Sebagaimana di kutip dari
Dr,Jaribah dalam Fikih Ekonomi Umar Bin Khattab bahwa Hisbah merupakan cara
pengawasan terpenting yang dikenal Islam pada masa permulaan Islam yang
menyempurnakan pengawasan pribadi yang mempunyai kelemahan,untuk itu datanglah
fungsi pengawas yang juga mengawasi tentang moral dan ekonomi.Lembaga ini
memerintahkan kebaikan dan mencegah kemunkaran. Semua yang diperintahkan dan
dilarang oleh syara’ adalah tugas muhtasib (petugas Hisbah) untuk mengawasi
terlaksana atau tidak di dalam masyarakat. Ia memasuki hampir seluruh sendi
kehidupan masyarakat. Kewajibannya tidak terbatas dalam hal perintah memakai
jilbab, perintah melaksanakan orang yang lalai shalat jum’at, melarang berbuat
maksiat dan kemungkaran, tetapi juga dalam bidang ekonomi, seperti mengawasi
praktik jual beli dari riba, gharar, serta kecurangan, mengawasi standar
timbangan dan ukuran yang biasa digunakan, memastikan tidak ada penimbunan
barang yang merugikan masyarakat, mengawasi makanan halal, juga aspek social
budaya, melarang kegiatan hiburan yang bertentangan dengan Islam, memberantas
judi, minuman keras, dan lain-lain.
Menurut Al-Mawardi
kewenangan lembaga hisbah ini tertuju kepada tiga hal yaitu[17]
:
1. Dakwaan yang terkait dengan kecurangan dan
pengurangan takaran atau timbangan,
2. Dakwaan yang terkait dengan penipuan dalam
komoditi dan harga seperti pengurangan takaran dan timbangan pasar, menjual
bahan makanan yang sudah kadarluarsa
3. Dakwaan yang terkait dengan penundaan
pembayaran hutang padahal pihak yang berhutang mampu membayarnya.
D.
Tugas Muhtasib
Hisbah adalah sebuah institusi yang menjaga amar makruf dan menjauhi
kemungkaran. Hisbah dalam cakupan yang luas, mengatur segala jenis hal dalam
kehidupan kemasyarakatan. Termasuk ekonomi di dalamnya. Ketika Hisbah berdiri
tegak dengan perangkat-perangkatnya, maka Ekonomi dapat berjalan dengan lancar
dan sesuai dengan syariatNya.
Subyek pelaku, dalam hal
ini pejabat yang bertanggungjawab atas lembaga hisbah ini disebut Muhtasib.
Seorang Muhtasib adalah orang yang diangkat oleh penguasa atau wakilnya untuk memonitor urusan rakyat, melihat
kondisi mereka dan melindung kemaslahatannya.[18]
Hisbah berada dibawah tuntunan muhtasib yang bertanggungjawab “memelihara moralitas public dan etika ekonomi”.[19]
Persyaratan seorang Muhtasib harus memiliki integritas moral yang tinggi dan
kompeten dalam masalah hukum, pasar dan urusan industrial. Pejabat Hisbah punya
standarisasi dan orang-orang terpilihlah yang akan menjalankan tugas sebagai
petugas Hisbah.
Tugas menjadi Muhtasib
adalah tugas yang berat. Tugas dimana segala sesuatu harus dijalankan dengan
komprehensif. Muhtasib haruslah orang yang paham dalam kehidupan sosial
terutama perdagangan atau perekonomian.
Tugas seorang muhtasib
dapat dibedakan sebagai berikut[20]
:
1. Berhubungan dengan Hak – hak Allah.
Mencegah tindak kemungkaran
dalam muamalah, seperti riba, jual beli yang batil, penipuan dalam jual beli,
kecurangan dalam harga, timbangan serta takaran.
2. Berhubungan dengan Hak-hak manusia
Mencegah tindakan menunda-nunda dalam
menunaikan hak dan utang.
3. Berhubungan dengan layanan public.
a. Menekankan
pemilik hewan ternak untuk memberikan makan, dan tidak memanfaatkannya untuk
pekerjaan yang tidak kuat
b. Mengawasi transaksi pasar, jalan-jalan umum
dan penarikan pajak.
c. Memuliakan produsen sehingga produknya bisa
bersaing.
Diantara tujuan muhtasib
(pengawas) adalah berusaha mewujudkan keamanan dan ketentraman serta
memberantas segala tanda-tanda kerusakan keduanya. [21]
Derajat Pengukuran Hisbah; ada 10 (sepuluh) tingkatan tindakan Muhtasib menurut
Imam Abu Hamid Al Ghazali yang harus dilakukan dengan benar dan penuh
kesungguhan, yaitu:
1. Mencari tahu tentang kemungkaran tanpa harus
memata-matai atau memaksa orang untuk memberi informasi.
2. Menasihati orang yang berbuat kedzaliman tersebut
sebelum memberi hukuman.
3. Melarang dan menasihati dengan kata-kata.
4. Menggiatkan untuk takut yang sebenarnya pada
Allah SWT.
5. Mengingatkan dengan keras ketika kata-kata
lembut sudah tidak mempan.
6. Usahakan untuk membuat kemungkaran di jauhi
secara fisik.
7. Mewaspadai hal-hal yang mungkin akan buruk di
masa yang bentar lagi datang, apalagi jika si pembuat kemungkaran belum sadar.
8. Menjatuhi Hukuman Fisik tanpa menggunakan
senjata untuk menghindari kerusakan atau darah tertumpah.
9. Untuk memaksa regulasi, bisa lewat bantuan
polisi juga untuk menuntut si pelaku kemungkaran dalam sistem konvensional
ketika perangkat-perangkat sudah tegak dalam penerapan Hisbah, maka Hisbah akan sangat berperan dalam
hal ekonomi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Lembaga hisbah dijalankan untuk memastikan bahwa
transaksi-transaksi yang ada di pasar tidak menyimpang dari nilai-nilai ajaran
Islam dalam kegiatan-kegiatan ekonomi. Lembaga hisbah memiliki wewenang untuk
memperingatkan, dan memberikan sanksi administratif terhadap pelaku ekonomi
yang melakukan praktek-praktek yang di dapat. Pada masa khalifah Umar Ibn
Khattab, peran pengawasan terhadap pasar dilakukan dengan melakukan
inspeksi-inspeksi ke dalam pasar. Mengawasi praktek-praktek yang dapat
menyebabkan distorsi pasar, dan juga memberikan sanksi terhadap pelaku pasar
yang menyimpang dan membuat kekacauan kondisi pasar.
Pengawasan-pengawasan yang dilakukan untuk
memastikan berjalannya ketentuan-ketentuan antara lain:
1.
Kebebasan masuk dan keluar pasar,
2.
Mengatur promosi dan propaganda,
3.
Larangan penimbunan barang,
4.
Mengatur perantara perdagangan,
5. Pengawasan
terhadap harga.
6. Pengawasan terhadap barang impor
Menurut Al-Mawardi kewenangan lembaga hisbah
ini tertuju kepada tiga hal yaitu :
1. Dakwaan yang terkait dengan kecurangan dan
pengurangan takaran atau timbangan.
2. Dakwaan yang terkait dengan penipuan dalam
komoditi dan harga seperti pengurangan takaran dan timbangan pasar, menjual
bahan makanan yang sudah kadarluarsa
3. Dakwaan yang terkait dengan penundaan pembayaran
hutang padahal pihak yang berhutang mampu membayarnya.
DAFTAR PUSTAKA
Karim,Adiwarman A. Ekonomi Islam, suatu kajian
kontemporer, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001)
Chapra. M. Umer, Masa Depan Ilmu Ekonomi, Sebuah Tinjauan
Islam, (Jakarta: Gema Insani, 2001)
Jaribah
bin Ahmad al-Haritsi, Fikih Ekonomi Umar
bin al-Khattab, terj. Asmuni Zamakhsyari. Solihan, (Jakarta: Khalifa, 2006)
Muhammad.Etika
Bisnis Islami.Yogyakarta:UPP-AMP YKPN.2004
Karim Adiwarman A., Ekonomi Mikro islami; edisi ketiga,
(Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007)
Karim Adiwarman A.Sejarah
Pemikiran Ekonomi Islam:edisi ketiga, (Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada,2010)
Ibrahim
Abu Sinn, Ahmad.Manajemen Syariah:sebuah
kajian historis dan kontemporer.(Jakarta:Raja Grafindo Persada.2006)
[2] Jaribah bin Ahmad
al-Haritsi, Fikih Ekonomi Umar bin
al-Khattab, ter. Asmuni Solihan Zamakhsyari, (Jakarta: Khalifa, 2006) hal.
587
[6] Jaribah bin Ahmad al-Haritsi, Fikih Ekonomi Umar bin al-Khattab, ter. Asmuni Solihan Zamakhsyari,
(Jakarta: Khalifa, 2006) hal. 591
[7]
Adiwarman A. Karim, Ekonomi Mikro islami; edisi ketiga,
(Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007), hal.
203
[8]Jaribah bin Ahmad al-Haritsi, Fikih Ekonomi Umar bin al-Khattab, ter.
Asmuni Solihan Zamakhsyari, (Jakarta: Khalifa, 2006) hal. 596
[13] Adiwarman A. Karim, Ekonomi Islam, suatu kajian kontemporer, (Jakarta:
Gema Insani Press, 2001), hal. 154
[14]
Adiwarman A. Karim,Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam:edisi ketiga,
(Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada,2010), hal 364
[15]Jaribah bin Ahmad al-Haritsi, Fikih Ekonomi Umar bin al-Khattab, ter.
Asmuni Solihan Zamakhsyari, (Jakarta: Khalifa, 2006) hal. 618
[16] M. Umer Chapra, Masa depan Ilmu Ekonomi, sebuah
tinjauan Islam, (Jakarta:
Gema Insani, 2001), hal. 64
[18] M. Umer Chapra, Masadepan Ilmu Ekonomi, sebuah tinjauan
Islam, (Jakarta: Gema Insani, 2001), hal. 64
[20] Dr.Ahmad
Ibrahim Abu Sinn.Manajemen Syariah:sebuah
kajian historis dan kontemporer.(Jakarta:Raja Grafindo Persada.2006)hal 199
[21]
Jaribah bin Ahmad al-Haritsi, Fikih Ekonomi Umar bin al-Khattab, ter.
Asmuni Solihan Zamakhsyari, (Jakarta: Khalifa, 2006) hal. 595
0 komentar:
Posting Komentar