BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Para
ulama muhadditsin telah menetapkan suatu pengkajian yang komperenship tentang
hadits. Semuanya dirumuskan dalam salah satu ilmu yang esensial dalam agama
islam yakni ilmu hadits.
Dalam
usaha untuk menjadikan hadits sehingga bisa menjadi pegangan dan diyakini
kebenarannya, maka sangatlah diperlukan pemeriksaan kerena untuk mendapatkan
hadits ini tidaklah mudah perlu pengkajian tentang keberadaanya dan sumbernya.
Pemahaman
dan penyelidikan tersebut haruslah dilakukan dengan saksama karena persoalan
tentang hadits ini secara umum berbeda dengan al-qur’an dan hadits mutawatir
yang menfaedahkan secara ilmu darury. Maka dari itu, persoalan yang perlu
dipahami dalam masalah ini ialah hadits ahad.
Salah
satu titik pokok dari kajian dalam ilmu hadits ini ialah hal yang berkenaan
dengan bidang pengetahuan hadits-hadits yang kuat dari yang lemah dan tentang
hal-ihwal para perawi yang diterima haditsnya dan ditolak menghasilkan suatu
kesimpulan-kesimpulan ilmiah dan istilah-istilah yang mengindikasikan
keshahihan atau kedha’ifan suatu hadits.
Salah
satu kajian dari penelitian tersebut ialah ditetapkannya salah satu pembagian
hadits dari sisi kehujjahannya. Inilah yang dimaksud dengan hadits yang maqbul
dan hadits yang mardud. Yang maqbul ialah yang memenuhi syarat untuk diterima
sebagai hujjah dan yang mardud ialah yang tertolak untuk dijadikan hujjah.
B. Batasan
Masalah
Pembahasan
makalah ini hanya terbatas pada persoalan mengenai tinjauan hadits dari sisi
diterima tidaknya untuk menjadi hujjah. Yaitu hadits yang maqbul beserta
permasalahan pokok yang berkaitan dengannya dan hadits mardud beserta
permasalahan pokok yang berkaitan dengannya.
C. Tujuan
Pembahasan
Tujuan
dari pembahasan ini ialah untuk memberikan penjelasan kepada pembaca tentang
salah satu bentuk kajian dalam ilmu hadits dari sisi diterima atau ditolaknya
suatu hadits untuk dijadikan hujjah. Sehingga pambaca diharapkan bisa
mengetahui tentang bagaimana maksud dari hadits yang maqbul dan mardud beserta
contoh-contohnya masing-masing.
Disamping
itu pembahasan ini juga dimaksudkan untuk memenuhi tugas diskusi mata pelajaran
ilmu hadits kelas XII dalam topik pembahasan tentang pemahaman mangenai
macam-macam hadits ditinjau dari diterima atau ditolaknya menjadi hujjah.
BAB
II
PEMBAHASAN
Macam-Macam
Hadis
Para
ulama berbeda pendapat tentang pembagian hadits atau macam-macamnya. Ada yang
membagi secara global, hanya mencakup pokok-pokoknya saja, dan ada yang
membaginya secara rinci.
Imam
an-nawawy dan Imam ash –shuyuti dalam kitab at-tadrib menyebutkan macam-macam
hadits sebanyak 65, bahkan di kitab tersebut di katakan bahwa pembagian
tersebut bukan berarti sudah final, karena masing-masing bagian itu masih
mungkin di bagi lagi sampai tak terkira jumlahnya.
Al-hazimy
dalam kitab al-ajalat, sebagai mana di kutip oleh al-Qasimy, mengatakan bahwa
ilmu hadits mencakup bermacam-macam hadits hingga mencapai 100 macam, dan
masing-masing punya ilmu sendri-sendiri.
Oleh
karena itu tidak mengherankan jika terjadi perbedaan pendapat di kalangan para
ulama dalam menyebutkan macam-macam hadits
Dari
beberapa sumber, secara umum penulis membagi hadits yang sampai kepada kita
menjadi dua yaitu : hadits mutawatir dan hadits ahad
Hadits
mutawatir terbagi menjadi tiga yaitu : mutawatir lafdzy, mutawatir amly, dan
mutawatir mu’nawy.[1]
Adapun hadits ahad, di bagi yang di tinjau
dari segi kualitas dan kuantitas.
Hadits
ahad dari segi kualitasnya terbagi menjadi tiga yaitu :
1. Hadits
Maqbul dan Permasalahannya
Pengertian
Maqbul
menurut bahasa adalah yang diambil, yang diterima dan yang dibenarkan. Sedangkan menurut istilah ahli hadis,
hadis maqbul ialah hadis yang telah sempurna syarat-syarat penerimaannya .
Adapun syarat-syarat penerimaan hadits menjadi hadits yang maqbul berkaitan
dengan sanad-nya yang tersambung, diriwayatkan oleh rawi yang adil dan dhabit,
dan dari segi matan yang tidak syadz dan tidak terdapat illat.
Hadits
maqbul ialah hadits yang dapat diterima sebagai hujjah. Jumhur ulama sepakat
bahwa hadits Shohih dan hasan sebagai hujjah. Pada prinsipnya, baik hadits
shohih maupun hadits hasan mempunyai sifat-sifat yang dapat diterima (Maqbul).
Walaupun rawi hadits hasan kurang hafalannya dibanding dengan rawi hadits
shohih, tetapi rawi hadits hasan masih terkenal sebagai orang yang jujur dan
dari pada melakukan dusta.
Klasifikasi
Hadits Maqbul
Yang
termasuk kedalam kategori hadits maqbul ialah :
a. Hadits Shohih, baik shohih lidzatihi
maupun shohih ligahirih.
b. Hadits Hasan, baik hasan lidzatihi maupun
hasan lighairihi.
Kedua
macam hadits tersebut wajib diterima, namun demikian para muhaddisin dan juga
ulama yang lain sependapat bahwa tidak semua hadis yang maqbul itu harus
diamalkan, mengingat dalam kenyataan terdapat hadis-hadis yang telah dihapuskan
hukumnya disebabkan datangnya hukum atau ketentuan lain yang juga ditetapkan
oleh hadis Rasulullah SAW.
Maka
dari itu, apabila ditinjau dari sifatnya. Maka hadits maqbul terbagi pula
menjadi dua, yakni Hadits maqbul yang dapat diterima menjadi hujjah dan dapat
pula diamalkan, inilah yang disebut dengan hadits maqbul ma’mulun bih.
Disamping itu juga ada hadits maqbul yang tidak dapat diamalkan, yang disebut
dengan hadits maqbul ghairu ma’mulin bih. Berikut ini adalah rincian dari
masing-masing hadits tersebut yakni sebagai berikut :
1)
Hadits
Maqbul yang Ma’mul bih.
a) Hadits Muhkam
Al-Muhkam
menurut bahasa artinya yang dikokohkan, atau yang diteguhkan. Yaitu
hadits-hadits yang tidak mempunyai saingan dengan hadits yang lain, yang dapat
mempengaruhi artinya. Dengan kata lain tidak ada hadits lain yang melawannya.
Dikatakan muhkam ialah karena dapat dipakai sebagai hukum lantara dapat
diamalkan secara pasti, tanpa syubhat sedikitpun.
Kebanyakan
hadits tergolong kepada jenis ini, sedangkan yang bertentangan jumlahnya
sedikit.
b) Hadits Mukhtalif.
Mukhtalif
artinya adalah yang bertentangan atau yang berselisih. Sedangkan secara istilah
ialah hadits yang diterima namun pada dhahirnya kelihatan bertentangan dengan
hadits maqbul lainnya dalam maknanya, akan tetapi memungkinkan untuk
dikompromikan antara keduanya. Kedua buah hadits yang berlawanan ini kalau bisa
dikompromikan, diamalkan kedua-kaduanya.
c) Hadits Rajih
Yaitu sebuah
hadits yang terkuat diantara dua buah hadits yang berlawanan maksudnya.
d) Hadits Nasikh
Yakni hadits yang datang lebih akhir, yang
menghapuskan ketentuan hukum yang terkandung dalam hadits yang datang
mandahuluinya.
Contoh
dari hadits Maqbul ma’mulul bih banyak sekali. Secara garis besar pembagiannya
ialah hadits yang tidak ada perlawanannya dengan hadits lain dan hadits yang
terjadi perlawanan dengan hadits lain. Sebagai contoh akan dikemukakan tentang
hadits yang tidak memiliki perlawanan dengan hadits lain (Hadits Muhkam)
berikut ini.
“janganlah
kamu larang isterimu untuk pergi kemesjid (untuk bersembahyang), tetapi
sembahyang dirumah lebih baik bagi mereka” (H.R Abu Daud dari Ibnu Umar)
Contoh
Hadits yang memiliki perlawanan dari hadits lain tetapi salah satu dari hadits
tersebut telah menghapus ketentuan hukum yang terkandung dari hadits yang turun
sesudahnya (hadits nasikh). Yakni
sebagai berikut :
Barra
berkata : “sesungguhnya nabi saw. pernah sembahyang menghadap baitul maqdis
selama enam belas bulan”. (Riwayat Bukhari)
Hukum
menghadap kiblat ke baitul maqdis itu telah dinasikhkah oleh Allah pada
firmanNya :
ôs%
3ttR
|==s)s?
y7Îgô_ur
Îû
Ïä!$yJ¡¡9$#
(
y7¨YuÏj9uqãYn=sù
\'s#ö7Ï%
$yg9|Êös?
4
ÉeAuqsù
y7ygô_ur
tôÜx©
ÏÉfó¡yJø9$#
ÏQ#tysø9$#
4
ß]øymur
$tB
óOçFZä.
(#q9uqsù
öNä3ydqã_ãr
¼çntôÜx©
3
¨bÎ)ur
tûïÏ%©!$#
(#qè?ré&
|=»tGÅ3ø9$#
tbqßJn=÷èus9
çm¯Rr&
,ysø9$#
`ÏB
öNÎgÎn/§
3
$tBur
ª!$#
@@Ïÿ»tóÎ/
$£Jtã
tbqè=yJ÷èt
ÇÊÍÍÈ
“Sungguh Kami
(sering) melihat mukamu menengadah ke langit[96], Maka sungguh Kami akan
memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah
Masjidil Haram. dan dimana saja kamu berada, Palingkanlah mukamu ke arahnya.
dan Sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al kitab (Taurat
dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah
benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka
kerjakan”.
2) Hadits
Maqbul Ghairu Ma’mul bih
a) Hadits Marjuh
Yakni sebuah hadits maqbul yang ditenggang
oleh oleh hadits Maqbul lain yang lebih kuat. Kalau yang ditenggang itu bukan
hadits maqbul, bukan disebut hadits marjuh,
b) Hadits Mansukh
Secara bahasa mansukh artinya yang dihapus,
Yakni maqbul yang telah dihapuskan (nasakh) oleh hadits maqbul yang datang
kemudian.
c) Hadits Mutawaqqaf fihi
Yakni dua buah hadits maqbul yang saling
berlawanan yang tidak dapat di kompromikan, ditarjihkan dan dinasakhkan. Kedua
hadits ini hendaklah dibekukan sementara.
Contoh
dari hadits Maqbul ghairu ma’mul bih ini salah satunya ialah tentang hadits
yang bertentangan dengan akal sehat yakni berikut ini :
”Konon
termasuk yang diturunkan kepada nabi Muhammad saw. Wahyu yang diturunkan di
malam hari dan nabi melupakannya disiang hari” (HR. Ibnu Abi Hatim dari Riwayat
Ibnu Abbas r.a)
Hadits
tersebut secara akal sehat, sebab menerima anggapan bahwa nabi pernah lupa
sedangkan menurut akal sehat dan putusan ijma’ nabi ialah terpelihara dari dosa
dan kelupaan (ma’shum) dalam menyampaikan syariat dan wahyu.
Persoalan
seputar hadits Maqbul.
Apabila
kita mendapati dua buah hadits maqbul yang saling bertentangan maksudnya
menurut lahirnya, maka :
- Hendaklah kita berusaha untuk
mengumpulakan (mengkompromikan) kedua-duanya sampai hilang perlawanannya. Dalam
hal ini apabila dapat dikumpulakan, maka kedua hadits tersebut wajib diamalkan.
- Kalau usaha pertama gagal, maka kita
mencari, mana diantara kedua hadits tersebut yang datang lebih dahulu (Nasikh),
dan mana yang datang kemudian (mansukh).
- Kalau usaha mencari nasikh tidak pula
berhasil, beralih pada penelitian mana
hadits yang lebih kuat, baik sanad ataupun matannya untuk ditarjihkan. Dalam
hal ini hadits yang lebih kuat tersebut (rajih) diamalkan, sedangkan hadits
yang lemah tersebut (marjuh) untuk tidak diamalkan.
- Jika usaha terakhir juga gagal, maka
hadits tersbut hendaklah dibekukan, ditinggalkan untuk pengamalannya.[2]
2.
Hadits
Mardud dan Permasalahannya
Pengertian.
Mardud (dha’if)
Yakni hadits yang di tolak dan tidak bisa di jadikan pegangan, serta tidak bisa
di adikan hujjah karena kelemahannya, baik dari sanad maupun matanya.
Beberapa
macam hadits Mardud (dha’if) antara lain :
- Hadits Maudhu
Hadits Maudhu adalah yang di buat oleh
seseorang dan di bangsakan kepada Rasulullah SAW secara palsu baik di sengaja
ataupun tidak.
- Hadits Matruk
Matruk berasal dari kata dasar “ at-tark”
yang artinya kulit telur, sedangkan menurut istilah adalah Hadits yang di
riwayatkan oleh seorang yang tertuduh dusta baik dalam meriwayatkan hadits
ataupun selainnya.
- Hadits Munkar
Munkar adalah isim ma’ful dari kata dasar
al-inkar lawan dari kata al-iqrar, sedangkan menurut istilah, sebagai mana di
definisikan oleh Ibnu Hajar adalah hadits yang di riwayatkan oleh seorang
perawi yang lemah yang bertentangan dengan perawi hadits orang yang terpercaya,
sedangkan menurut Al-Qasimi mendefinisikan hadits munkar adalah hadits yang di
riwayatkan oleh perawi saja, yang tingkat hafalannya sangat rendah.
- Hadits Ma’ruf
Hadits Ma’ruf adalah hadits yang di
riwayatkan oleh seorang yang lemah, tapi melawan riwayat orang yang lebih lemah
( munkar )
- Hadits Mu’allal (Ma’ lul )
Hadits Mu’allal (Ma’lul) adalah hadits yang
secara lahiriah sesuai dengan kaedah kesahihan sanad (tidak cacat) tapi setelah
di teliti ada cacatnya ( periwayat tidak siqat di nilai siqat atau sanad putus
di nilai bersambung )
- Hadits Maqlub
Maqlub berasal
dari kata dasar “ qalaba” yang artinya sama dengan “tahwil”’ yaitu “memindah”’
yaitu memindahkan sesuatu dari posisi asalnya, sedang menurut istilah adalah
hadits yang lafal matannya tertukar oleh salah seorang perawi atau oleh
seseorang yang ada pada mata rantai sanad, lalu penyebutan yang seharusnya di
akhirkan di akhirkan di dahulukan atau yang seharusnya di dahulukan di akhirkan
atau meletakannya pada tempat yang lain.
Maksudnya adalah hadits yang di dalamnya di temukan
adanya pertukaran pada seorang perawi dengan cara mendahulukan yang datangnya
kemudian dan mengakhirkan yang datangnya lebih dahulu.
Dari definisi tersebut maka hadits maqlub terbagi menjadi
dua :
pertama : Maqlub al-sanadi maqbul sanad adalah hadits di mana
terjadinya pertukaran terdapat pada mata rantai sanadnya.
Hal ini dapat di lihay dari adanya dua hal yaitu :
1). Seorang perawi yang mendahulukan salah satu nama
perawi hadits dan nama orang tuanya, padahal seharusnya harus di akhirkan,
misalnya : hadits yang di riwayatkan oleh marwah dari Ka’b bin Murrah, tetapi
ia meriwayatkannya dari Murrah bin ka’b bukan dari ka’b bin murrah.
2). Seorang perawi bersengaja meriwayatkan hadits dengan
cara mengganti nama seorang perawi dengan nama perawi lain, seperti yang
terjadi pada hadits masyhur, di mana perawi hadits ini mendapatkan hadits dari
“salim”, lalu ia menggantinya dengan nama “nafi”
Kedua : Maqlub Matan, yaitu : hadits matani adalah hadits dimana
pertukaran itu terjadi pada matan hadits.
- Hadits Mudltharib
Mudltharib
berasal dari kata dasar “idltharaba” yang berarti sama dengan kata
“ikhthilaath”, artinya “rusak” atau “kacau” yaitu kacau dan tidak beraturan.
Sedangkan menurut istilah adalah : Hadits mudltharib
adalah hadits yang di riwayatkan oleh seorang perawi atau lebih dengan
menggunakan redaksi yang berbeda-beda (dan pengertiannya harus sama), tetapi
dalam kualitasnya sama.
Jadi,mudltharib Adalah hadits
yang dalam periwayatannya berdasarkan beberapa jalur periwayatan yang
resaksinya bervariasi,tetapi kualitasnya sama dan saling dapat bertahan tanpa ada
yang dapat di tarjihkan.
Hadits mudltharib terbagi
menjadi dua ,yaitu:
1).Mudltharib sanad
Mudltharib sanad hadits yang
kerancuhannya terjadi pada matarantai sanad.
2).Mudltharib matan
Mudltharib matan yaitu hadits
yang kerancuhannya terjadi pada matan hadits.
h.Hadits Syadz
Syadz berasal dari kata dasar syadz.yang
artinya sama dengan kata infarada yaitu kesendirian sedangkan menurut istilah
yaiyu hadits yang diriwayatkan perawi tsiqqah, berlawanan dengan perawi lain
yang berkualitas lebih utama darinya, lantaran memiliki kelebihan keglabidannya
atau banyaknya sanad atau hal-hal lain yang berhubungan erat dengan masalah
pentarjihan.
Jadi hadits syad adalah hadits
yang diriwayatkan sendiri oleh salah seorang perawi tsiqqah, tetapi hadits itu
tidak mempunyai mutabi’ yang dapat menguatkan pribadi yang tsiqqah tersebut,
sebab jika memiliki mutabi’ maka hadits tersebut tidak memiliki perlawanan
dengan para perawi tsiqqah yang lain.
i. Hadits Mursal
Mursal bersal dari kata dasar ar sala yang
berarti sama dengan kata athlaqa artinya melepaskan. Sedangkan menurut istilah
adalah : hadits yang di sandarkan langsung oleh tabi’in kepada Rasullullah saw
baik perkataan, perbuatan maupun ketetapannya, baik tabi’in kecil maupun besar.
Hadits yang di akhir mata
rantai sanadnya di temukan adanya perawi yang gugur setelah tabi’in.
Jadi maksudnya bahwa hadits
mursal adalah perkataan tabi’in (baik dalam generasi tua maupun muda atau
sahabat dari generasi muda yang tidak menjelaskan segala perkara yang telah di
katakan nabi saw. Tanpa adanya penjelasan dari sahabat mana perkataan itu di
dapat, sebagai mana perawi mengatakan bahwa ia menerima hadits langsung dari Rasulullah
saw
j. Hadits Munqathi
Munqathi berasal dari kata dasar “inqatha’a”
artinya terputus, yang mrnjadi lawan kata “ittishal” artinya bersambung.
Sedangkan menurut istilah
adalah hadits yang mata rantai sanadnya di gugurkan di satu tempat atau lebih
atau pada mata rantai sanadnya di sebutkan nama seorang perawi yang namanya
tidak di kenal atau di ragukan.
Hadits munqathi adalah hadits
yang mata rantai sanadnya tidak bersambung, di manapun saja tempat terputusnya.
k.
Hadits Mu’dal
Mu’dal berasal dari kata dasar a’dlalahu,
yang berarti sama dengan kata a’yaahu artinya cacat.
Sedang menurut istilah adalah :
hadits yang dari sisi matarantai sanadnya terputus secara berurutan, dua perawi
atau lebih.
Hadits yang dari para perawinya
gugur secara berurutan, baik dua orang atau lebih, baik sahabat bersama-sama
tabi’I maupun tabi’I dan tabi’it-tabi’t atau dua orang sebelumnya.
dari kedua pengertian di atas
dapat diambil pemahamanan bahwa hadits mu’dal berada dengan hadits munqathi, sebab
pada hadits mu’dal perawi yang gugur berjumlah dua orang secara beruntun dan
dimanapun saja. Tetapi hadits munqathi, gugurnya perawi dalam mata rantai sanad
tidak secara berurutan dan tidak pula dalam satu generasi.
l. Hadits Mudallas
Seorang perawi meriwayatkan hadits dari
orang yang ia dengar haditsnya, tetapi ia sendiri tidak pernah mendengar
langsung hadits tersebut darinya, tanpa menjelaskan bahwa hadits itu ia dengar
darinya.
Maksudnya hadits yang
disampaikan oleh seorang perawi dari orang yang segenerasi dengannya, tapi ia
tidak pernah bertemu secara langsung, maka ia menciptakan gambaran bahwa ia
benar-benar mendengar langsung dari orang tersebut.
m. Hadits
Mubham (Majhul/Mastur)
Hadist Mubham
adalah hadits yang dalam sanadnya terdapat orang yang tidak jelas identitasnya.
n. Hadits Mukhtalith
Hadits Muhktalith adalah hadits yang rawinya
buruk hafalannya disebabkan sudah lanjut usia, tertimpa bahaya, terbakar atau
hilang kitabnya.
o. Hadits Masruq
Hadits Masruq adalah hadits yang yang
rawinya di tukar dengan rawi lain.[3]
3. Hadits Musytarak
a. Hadits Qudsi
Hadits Qudsi adalah hadits yang dalam
materinya ada perkataan yang disandarkan kepada Allah SWT.
b. Hadits Marfu’
Hadits Marfu’ ialah hadits yang disandarkan
kepada Nabi SAW baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, sifat maupun hal
ikhwalnya.
c.
Hadits Mauquf
Hadits Mauquf
adalah Hadits yang disandarkan kepada sahabat baik berupa perkataan, perbuatan
maupun taqrirnya.
d. Hadits Maqthu
Hadits Maqthu ialah Hadits yang terhenti
sampai pada tabii saja baik berupa perkataan maupun perbuatannya.
e. Hadits Masyhur
Hadits mansyur berasal dari kata masyhuru di
artikan sesuatu yang sudah terkenal.
Menurut istilah hadits yang di
riwayatkan oleh 3 orang lebih pada setiap tingkatan sanad tetapi tidak mencapai
kriteria mutawatir.
f. Hadits ‘Aziz
Hadits aziz berasal dari kata ‘azza ya’izzu
yang berarti sedikit dan langka dan kuat.
Menurut istilah yaitu hadits yang
satu tingkatan ( thabbaqah ) dari beberapa tingkat sanadi terdapat 2 orang
perawi saja.
- Hadits Gharib
Hadits gharib berasal dari kata algharibun
yang artinya sulit di pahami.
Menurut istilah yaitu hadits yang
di riwayatkan oleh orang seorang itu dengan tidak mempersoalkan perawi itu pada
beberapa tingkatan sanadi.
h.Hadits Musnad
hadits Musnad adalah hadits yang bersambung
sanadnya dari yang menceritakan sampai akhir sanad terus sampai kepada Nabi
SAW.
i. Hadits Muttashil ( Maushul )
Hadits Muttasil ( Maushul ) adalah Hadits
yang di riwayatkan dengan bersambung-sambung sanadnya, baik terus kepada Nabi
atau terhenti pada seorang sahabat.
j. Hadits Mutabi’
Hadits Mutabi’ ialah hadits yang di
riwayatkan oleh seseorang yang sesuai lafazhnya dengan lafazh orang lain.
k. Hadits Syahid
Hadits syahid adalah hadits yang di
riwayatkan oleh seorang sahabat yang semakna dengan hadits yang di riwayatkan
oleh sahabat yang lain.
l. Hadits Musalsal
Hadits Musalsal ialah hadits yang
rawi-rawinya atau jalan meriwayatkannya berturut-turut atas satu keadaan.
m. Hadits Mu’an’an
Hadits Mu’an’an ialah hadits yang di
riwayatkan dengan memakai lafazh ‘an (dari) tidak di sebutkan kata “ telah di
ceritakan kepada kami”, hukumnya muttashil asal tidak terjadi tadlis.
n. Hadits Muannan
Hadits Muannan ialah hadits yang di
riwayatkan dengan lafazh “anna“ ( bahwasannya), hukumnya juga sama dengan
mu’an’an dengan syarat yang sama pula.
o. Hadits MU’allaq
Hadits Mu’allaq ialah hadits yang di buang
permulaan isnadnya dari bawah, baik yang di buang itu seorang saja atau banyak
secara berturut-turut.
p. Hadits Mudraj
Hadits Mudraj ialah hadits yang mendapat
suatu tambahan yang bukan merupakan hakekat hadits itu sendiri, bisa terjadi
pada sanad/matan.
q. Hadits Mudabbaj
Hadits Mudabbaj ialah hadits yang di
riwayatkan oleh seorang rawi dari rawi-rawi lain yang setara dengannya,
sedangkan yang setara ini pula pernah meriwayatkan dari rawi yang pertama tadi.
r. Hadits Mutasyabih
Hadits Mutasyabih ialah hadits yang dalam
sanadnya ada rawi yang namanya pada huruf dan ucapannya sama dengan rawi lain,
sedangkan nama-nama bapak mereka berlainan dalam ucapan atau sebaliknya.
s. Hadits Mushahhaf
Hadits Mushahhaf ialah hadits yang di
riwayatkan oleh seorang rawi berbeda dengan hadits lain karena terjadi
perubahan titik pada kata, sedangkan bentuk tulisannya tidak berubah, namun
dapat merubah makna.
t. Hadits Muharraf
Hadits Muharraf ialah hadits yang di
riwayatkan oleh seorang rawi berbeda dengan hadits lain, karena terjadi pada
perubahan pada baris hurufnya, sedangkan bentuk tulisannya tetap.
u. Hadits Muttafiq dan Muftarik
Hadits Muttafiq dan Muftarik ialah hadits
yang dalam riwayatnya ada rawi yang riwayatnya sama dengan rawi lain pada
lafazhnya dan sebutannya (Laqab, kuniah atau nasab ) tetapi berlainan orangya
yang di maksud dengan nama tersebut, sedangkan sebaliknya di sebut muftarik..
v. Hadits Mu’talif dan Mukhtalif
Hadits Mu’talif dan Mukhtalif ialah hadits
yang dalam sanadnya dad rawi yang namanya, kuniahnya dan laqabnya sama dengan
rawi lain dalam bentuk tulisan, sedang pada ucapannya tidak, sebaliknya di
sebut mukhtalif.
w. Hadits Ali
Hadits Ali ialah hadits yang kita terima
dari Nabi melalui sanad yang lebih panjang di banding dengan sanad lain dari
hadits itu juga.
x. Hadits Nazil
Hadits Nazil ialah hadits yang kita terima
dari Nabi melalui sanad yang lebih pendek di banding dengan sanad lain dari
hadits itu juga.
y. Hadits Sabiq
Hadits Sabiq ialah hadits yang di riwayatkan
oleh dua orang yang salah seorang lebih dahulu meninggal dari pada yang lain.
z. Hadits Lahiq
Hadits Lahiq ialah hadits yang di riwayatkan
oleh dua orang yang salah seorang terkemudian meninggalnya.
KESIMPULAN
Berdasarkan
Penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa hadits bila ditinjau dari
diterimanya sebagai hujjah terbagi menjadi hadits maqbul dan hadits mardud.
Hadits
yang dapat diterima sebagai hujjah disebut dengan hadits maqbul, dengan
klasifikasinya terbagi menjadi hadits shohih dan hadits hasan. Sedangkan
sebaliknya, hadits yang tidak dapat diterima sebagai hujjah disebut dengan
hadits mardud, dengan klasifikasinya terbagi kepada segala macam bentuk hadits
dho’if.
DATAR PUSTAKA
Khariri
Shofa, 2009. , Metode penyelesaian hadits
kontra diktif STAIN
Purwokerto
http://mufdil.wordpress.com/2009/08/06/hadits-maqbul-dan-hadits-mardud/
13.20/25-04-2011.
Muhaad
Ma’sun Zein, 2008, Ulumul hadits dan
mustholah hadits Darul Hikmah, Jombang :
[1] Khariri Shofa, Metode penyelesaian hadits kontra diktif ( STAIN Purwokerto : 2009 ) hal 11-12
[2]
http://mufdil.wordpress.com/2009/08/06/hadits-maqbul-dan-hadits-mardud/
13.20/25-04-2011
[3] Muhaad ma’sun Zein, Ulumul hadits dan mustholah hadits (
Darul Hikmah, Jombang : 2008 ) hal 143
alhamdulillah. tetima kasih
BalasHapus